Televisi Republik Indonesia (TVRI) telah melanggar fatwa Majelis Ulama halaman 315, tentang larangan visualisasi nabi-nabi Allah. Ironisnya, umat Islam diam dan membiarkan kerusakan akidah tersebut, karena terbius gagasan kebebasan berkreasi atas nama demokrasi.
Kecaman keras itu disampaikan pengamat intelijen Herman Y Ibrahim ahad kemarin (5/8) menyikapi perubahan orientasi TVRI dari televisi publik menjadi televisi yang mencari keuntungan, seperti dilansir Itoday.
“TVRI telah membuang acara Tele Tilawah dan Tele Dakwah karena tidak menghasilkan uang. TVRI bukan lagi televisi publik. TVRI dalam mencari laba bahkan melanggar fatwa Majelis Ulama halaman 315, yakni larangan visualisasi nabi-nabi Allah,” tegas Herman.
Menurut Herman, TVRI saat ini hanya mementingkan uang tanpa melihat efek dari siarannya. “Misalnya saja di bulan Ramadhan saat ini, TVRI menayagkan film-film tentang nabi-nabi yang divisualisasikan. Ada kemungkinan, TVRI mendapatkan dana untuk menyiarkan film tersebut,” ungkap Herman.
Herman menegaskan, film-film yang menvisualisasikan nabi-nabi itu disalurkan dari negara asing tertentu. Dalam hal ini TVRI menerima imbalan uang.
Sejak diundangkannya UU Penyiaran, TVRI dan juga RRI memang menjadi berubah orientasi. UU Penyiaran telah memberi kesempatan kepada TVRI dan RRI menjual sebagian waktu siarannya untuk iklan. Durasi iklan yang diberikan kepada TVRI masing-masing adalah 15 persen dari jam siaran, jam tayangannya.(fq/itoday)