eramuslim/com – Menuding bahasa Arab sebagai salah satu ciri khas teroris merupakan tudingan yang tidak bermutu.
Sebab, untuk menjadi seorang teroris tidak mesti belajar dan menguasai bahasa Arab.
Itu bisa dilihat pada kelompok Budha di Myanmar dan separatis kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.
Demikian disampaikan pengamat terorisme dari Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA), Harits Abu Ulya kepada PojokSatu.id, Senin (13/9/2021).
“Belajar Bahasa Arab dan penggunaan Bahasa Arab di lingkungan pendidikan atau ponpes tidak korelatif dengan penyebaran radikalisme,” kata Harits.
“Untuk menjadi teroris, KKB di Papua tidak harus belajar dan berbahasa arab,” sindirinya.
Harits menyebut, isu islamophobia terus digencarkan di negeri kaum muslimin khususnya di Indonesia.
Sebab, isu terorisme kedepannya akan menjadi proyek kontinyu dan simultan.
“Isu radikal dan terorisme akan menjadi proyek kontinyu dan simultan. Di samping motif politik di baliknya juga ada muatan islamophobia,” ujarnya.
“Jadi narasi cacat dan tidak bermutu soal relasi Bahas Arab dengan radikalisme atau terorisme abaikan saja,” bebernya.