Tragedi Brexit: Kampung Halaman Yang Dimaksud Ternyata Akherat…

Eramuslim.com – Berbeda dengan mudik di tahun-tahun sebelumnya, mudik tahun 2016 ini menyisakan banyak kegetiran bagi para pemudik.

Berbeda dengan klaim para penyelenggara negara, termasuk Jokowi yang mengklaim bahwa mudik tahun ini sukses, lancar dan aman berkat dibukanya ruas tol Pejagan – Pemalang tanggal 16 Juni 2016 lalu, puncak mudik yang jatuh tanggal 3 dan 4 Juli 2016 menyisakan catatan buruk.

Seorang netizen, Muhammad H, Thamrin menuliskan, “451 orang meninggal saat kecelakaan  mudik dan 12 yang meninggal karena macet di Brebes, itu sudah record Pak. Nggak becus ente!”

mudik (1)Mirisnya, di tengah duka mendalam, Presiden tidak menunjukkan empati, malah terlihat guyon dengan bermain panco bersama putranya, Kaesang dan tidak memberikan secuil pun pernyataan atas musibah yang terjadi di Brebes.

Sementara kemarahan publik akhirnya berhasil memaksa media untuk mulai bersuara dan mencara fakta dan data terkait musibah kemacetan panjang, para pemangku kuasa di Kementerian, menolak untuk bertanggungjawab atas musibah ini dan menyatakan bahwa jatuhnya korban meninggal di Brebes bukan karena kemacetan

Tercatat Menteri Kesehatan dan Menteri Perhubungan yang langsung menolak mentah-mentah anggapan bahwa jatuhnya korban karena kelelahan akibat macet berkepanjangan. Sementara Kapolda dan Kapolri sepakat untuk mengatakan bahwa pemudik tidak disiplin.

Dari pihak legislatif, munculnya pernyataan anggota Komisi V dari fraksi PKS Yudi Widiana Adia yang mengatakan bahwa DPR telah mengevaluasi dan memberikan masukan kepada pemerintah bahwa ada beberapa hal yang perlu diperbaiki sebelum ruas tol Pejagan – Brebes dapat dipergunakan. Namun masukan dari DPR dianggap angin lalu oleh pemerinitah.

Satu-satunya kejujuran akhirnya datang dari DirJen Hubungan Darat Kementerian Perhubungan yang menyatakan bahwa sebetulnya infrastruktur ruas tol Pejagan – Brebes belum sempurna sehingga belum dapat dipergunakan untuk menampung arus mudik tahun 2016.

Ya, Pudji Hartanto dengan jujur menjelaskan bahwa ruas tol Pejagan – Brebes belum layak dioperasikan karena jumlah loket pembayaran tol hanya 10. Sangat tidak sebanding dibandingkan dengan loket pembayaran di Gerbang Tol Cikarang Utama maupun Gerbang Tol Cikopo.

Jika memang tidak seimbang dan pembangunan infrastrukturnya belum sempurna, mengapa dipaksakan untuk dioperasikan saat arus mudik 2016? Siapa yang memaksa?

Jawabannya bisa ditemukan dalam kicauan Jokowi tanggal 16 Juni 2016.

“Tol Pejagan-Pemalang mulai beroperasi. Pergerakan barang lbh lancar & pemudik lebih cepat smp kampung halaman -Jkw”

Kicauan Jokowi ini menjadi indikator telah terjadinya percepatan pengoperasian ruas tol Pejagan – Pemalang. Dengan menggiring opini bahwa bila melalui tol Pejagan – Pemalang, pemudik akan lebih cepat sampai kampung halaman.

Demi pencitraan sebagai presiden yang serius dengan pembangunan infrastruktur, demi tepukan di dada sebagai pihak yang serius melanjutkan pembangunan ruas-ruas jalan yang “mangkrak”, Jokowi memberi perintah agar Tol Pejagan – Pemalang segera dioperasikan.

Setalah aparat negara gagal mengantisipasi ledakan arus pemudik di ruas tol Pejagan – Brebes, setelah nyawa rakyat terenggut demi sebuah pencitraan, setelah saling tuding antar penanggungjawab di lapangan, apakah rakyat harus puas dengan sikap tak peduli Jokowi?

Saling tuding, lepas tanggungjawab, sikap apatis, apalagi menyalahkan pemudik, tidak akan bisa mengembalikan nyawa rakyat yang sudah melayang.

Bicaralah, Pak Jokowi. Tunjukkan kepedulianmu atau letakkan jabatanmu sebelum ada lebih banyak nyawa rakyat yang terenggut demi pencitraanmu.(ts/portalpiyungan)