TPM: Tata Cara Hukuman Mati Langgar UUD 1945

Tim Pengacara Muslim (TPM) sebagai kuasa hukum terpidana mati Amrozi CS meminta agar pelaksanaan eksekusi mati terhadap ketiga kliennya dilakukan sampai ada putusan uji materi UU Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Eksekusi.

"Mahkamah Konstitusi (MK) punya kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan, " kata koordinator TPM, Mahendradatta, dalam sidang perdana pengujian UU Nomor 2/PNPS/1964 tentang Tata Cara Pelaksanaan Eksekusi yang diajukan Amrozi dkk, di Gedung MK, Jakarta, Kamis (14/8).

Menurutnya, kedudukan hukum (legal standing) pemohon harus dijaga, karena orang yang bisa mengajukan adalah terpidana mati. Kemudian, Ia menambahkan, bagaimana kedudukan hukum pemohon bisa dijaga, jika si pemohonnnya akan dieksekusi mati."Apakah orang meninggal masih bisa menguji, ini inkonstitusional, " ujarnya.

TPM akan menambahkan permohonan penundaan (provisi) dalam surat permohonan uji materi UU tersebut. Di mana seperti diberitakan sebelumnya TPM belum memasukan permohonan tersebut dalam substansi permohonan uji materiil.

Pada sidang dengan agenda pembacaan permohonan terpidana, Kuasa hukum terpidana Mahendradatta membacakan permohonan Amrozi yakni antara lain mengenai tata cara hukuman mati.

Ia mengatakan, tata cara hukuman mati di Indonesia merupakan penyiksaan karena ada kemungkinan terpidana dua kali ditembak.

"Bila tidak meninggal akan ditembak sekali lagi di kepala. Sedangkan, pada pasal 281 ayat 1 UU 1945 menyatakan bahwa hak untuk tidak disiksa adalah hak azasi manusia, " ujarnya.

Menanggapi itu, Majelis Hakim Maruarar Siahaan menyatakan apakah dalam literatur atau ahli ada metode lain yang lebih tidak menyiksa. "Silakan pemohon menghadirkan para ahli dalam persidangan berikutnya, " kata Maruarar.

Pimpinan majelis hakim konstitusi, Maruarar Siahaan, menyatakan pun apa yang diminta itu akan ditampung. (novel/mk-pic)