Satu lagi, poin buat Anies. Blessing. Tangan Tuhan membuka mata dunia. Bahwa seorang pemimpin mesti berakhlak. Siap menghadapi situasi positif, tapi juga negatif. Menyenangkan, tapi juga yang tidak mengenakkan. Tidak boleh mengeluh, apalagi marah. Menjadikan setiap momentum sebagai peluang untuk memberi contoh kepada rakyat. Bahwa pemimpin itu mesti bersabar, matang, dewasa, stabil emosinya, dan tek berhenti mencintai dan merangkul rakyatnya.
Anies berhasil menjadikan teriakan itu sebagai iklan publik. Begitulah selayaknya seorang pemimpin menghadapi kritik, bahkan cemoohan rakyatnya. Senyum, sapa dan salaman. “Tiga S”.
Sebaliknya, teriakan itu telah mengotori istana Bogor. Urakan, tak berkelas, kontra adab. Dilakukan di istana dan di depan presiden. Yang berteriak adalah para pendukung istana. Sangat spontan, sporadis dan tidak cerdas.
Teriakan itu menjadi blunder. Untuk kesekian kalinya. Kehadiran Anies seperti magnet buat blunder Jokowi. Akan terus terjadi jika terus dibiarkan. Apalagi jika confirm Anies dapat tiket maju pilpres. Diprediksi akan semakin membuka peluang munculnya blunder istana makin besar. Kenapa? Faktor panik menjadi variable yang tidak bisa dipungkiri.
Teorinya: calonkan Anies di pilpres 2019, kepanikan istana dan para pendukung akan makin besar. Dengan begitu, akan terjadi festival blunder yang dilakukan tim istana. Sebabnya? Pertama, beban psikologi atas kekalahan di Pilgub DKI belum terobati. Apalagi, reklamasi yang dibaca publik diback up oleh pusat juga disikat. Keganjilan transaksi Sumber Waras dibongkar kembali. Makin parah luka itu. Semakin marah semakin hilang kontrol. Makin benci, makin tak terkendali. Dari sinilah blunder itu bersumber.
Kedua, formance dan kapasitas konseptual Anies jauh lebih meyakinkan dibanding Jokowi. Terutama ketika dua tokoh ini diadu dalam debat. Anies jauh lebih mampu menarik publik dari pada Jokowi.