Konflik bernuansa hubungan Syiah dan Sunni di Kabupaten Jember berakhir damai, Kamis (30/8/2012) sore. Perdamaian diikuti penandatanganan pernyataan sikap.
Perdamaian dilakukan dalam pertemuan di DPRD Jember yang dihadiri anggota parlemen, aparat kepolisian, kejaksaan, Badan Kesatuan Bangsa dan Perlindungan Masyarakat, Forum Kerukunan Umat Beragama, Majelis Ulama Indonesia, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama Cabang Jember, NU Cabang Kencong, dan pihak yang dituduh sebagai Syiah.
Habib Ali Bin Umar Al-Habsyi, pengasuh Pondok Pesantren Darus Sholihin, Kecamatan Puger, yang dituduh Syiah secara resmi menandatangani surat permintaan maaf di atas materai. Ada tiga poin surat tersebut.
Pertama, kami memohon maaf jika pernah mengajarkan faham dan ajaran yang meresahkan masyarakat.
Kedua, kami tidak meyakini dan tidak akan mengajarkan faham dan ajaran Syiah.
Ketiga, kami mengakui pernah menyampaikan sembilan poin ajaran yang menjadi dasar keputusan fatwa MUI nomor 56/MUI-JBR/VI/2012 tertanggal 10 Juli 2012, bahwa faham dan ajaran yang dikembangkan Habib Ali Bin Umar Al-Habsyi adalah faham dan ajaran Syiah dan sangat berpotensi menimbulkan keresahan dan mengganggu keutuhan masyarakat. Oleh karena itu kami mencabut faham dan ajaran yang salah tersebut.
Begitu Habib Ali menandatangani surat pernyataan itu, ucapan ‘alhamdulillah’ terdengar dari bibir sejumlah hadirin. Habib Ali dan sejumlah tokoh, antara lain Ketua MUI Jember Abdul Halim Subahar, Kepala Kepolisian Resor Jember Ajun Komisaris Besar Jayadi, dan Ketua Komisi D DPRD Ayub Junaidi bersalaman.
Namun dalam pembelaannya Habib Ali menyatakan bahwa dirinya bukan Syiah pada pertemuan di gedung DPRD Jember yang dihadiri sejumlah pemangku kepentingan, seperti kepolisian, kejaksaan, MUI, NU, dan Muhammadiyah tersebut.
“Saya bersumpah demi Allah dan rasul-Nya, demi Ka’bah, demi Hajar Aswad, demi Madinatul Munawarah, demi abah saya, bahwa saya bukan orang Syiah,” kata Ali.
Ali menyatakan ikhlas, jika nama dan aliran keagamaan yang dianutnya dianggap Syiah. Jika memang tuduhan itu didasarkan pada ceramahnya di radio, ia siap memberikan penjelasan. Namun, ia menginginkan agar tuduhan kepadanya dicabut lebih dulu oleh MUI.
“Kalau ada pembicaraan saya yang selip dari Mazhab Sunni, kenapa semua diam? Kenapa tak ada yang menegur saya? Saya baru tahu setelah semua dikumpulkan di Polres,” kata Ali.
Ali menjelaskan, bahwa dirinya benar-benar penganut ahlussunnah wal jamaah. Ia bahkan pernah menjadi pengurus NU Cabang Kencong. “Saya tidak melecehkan sahabat Nabi,” katanya.
Setelah memberikan penjelasan, Ali meminta maaf, jika ada pernyataannya yang dirasa menyimpang dari ajaran Islam. “Orang tempatnya salah dan lupa. Terlalu banyak bicara, banyak salahnya,” katanya.
Benih-benih konflik Sunni-Syiah di Jember mulai muncul. Sejak memasuki Ramadhan kemarin, mendadak bermunculan spanduk di sejumlah titik di Kecamatan Puger. Isinya menyebut ajaran salah satu Habib yang diduga Syiah sebagai ajaran sesat dan menyesatkan.
Sebelumnya, warga diresahkan oleh ceramah salah satu habib di Desa Puger Kulon yang diduga Syiah. Ceramah itu mendiskreditkan sahabat Nabi Muhammad, di luar Ali bin Abi Thalib. MUI Jember sudah mengeluarkan rekomendasi bahwa ajaran sang Habib adalah Syiah yang meresahkan umat.(fq/beritajatim.com)