Tipping Point Untuk Indonesia?

Dia harus menggunakan wewenang kepresidenannya juga ketika DPR yang baru menjabat dan menyerukan pertemuan dengan legislator kunci untuk membahas dan mencapai kesepakatan tentang RUU KUHP yang direvisi yang tidak terlalu mengganggu dan lebih selaras dengan pendapat mayoritas.

Sedangkan, dalam kasus Papua, Jokowi dapat menggunakan pengaruhnya sebagai Panglima Tertinggi Angkatan Bersenjata untuk memerintahkan moratorium penggunaan kekuatan mematikan di provinsi tersebut dan menyerukan dialog persatuan dengan para pemimpin Papua dan masyarakat sipil.

Apa yang terjadi selanjutnya adalah perkiraan setiap orang, namun sejauh ini kita telah melihat presiden dan anak buahnya mencari alasan, bukan solusi. Misalnya, ketika ditanya tentang KPK, seorang penasihat dekat presiden  mengatakan bahwa KPK bertindak sebagai pencegah investasi. Para pejabat menyalahkan hoax dan “aktor intelektual” karena berada di balik kerusuhan.

Argumen serupa, bahwa beberapa tangan yang tidak terlihat ada di belakang demonstrasi mahasiswa terbaru, juga dapat didengar.

Semoga presiden akan menampilkan lebih banyak kearifan pada bulan Oktober nanti ketika dia membuat pilihan terakhir untuk kabinet barunya.

Untuk melewati masa sulit ini, dia akan membutuhkan pria dan wanita untuk memberikan kepadanya kebenaran yang sulit dan solusi yang lebih layak.

Dia bisa mendapatkan kembali kepercayaan pemilih dan legitimasinya jika dia membahas fakta bahwa orang Indonesia dari seluruh negeri menginginkan masa depan yang lebih sejahtera untuk diri mereka sendiri dan keluarga mereka. Mereka tidak ingin bergerak mundur dalam politik mereka, dan mereka ingin mempertahankan hak-hak dasar demokrasi mereka, agar tidak dirusak. (Rmol)