Tinggi Ongkos Terbang Jokowi

Tetapi pemerintah pada masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tetap memutuskan membeli pesawat sendiri. Biaya yang dikeluarkan pemerintah waktu itu senilai USD 91,2 juta atau sekitar Rp 820 miliar. Dengan pembelian itu, pemerintah diperkirakan bakal membutuhkan biaya perawatan senilai USD 36,533 juta dan biaya depresiasi aset sebesar USD 10,43 juta setelah lima tahun. Secara total, pembelian pesawat, termasuk perawatan dan depresiasi harga selama lima tahun, menelan biaya sekitar USD 136,17 juta. Sementara itu, biaya sewa pesawat selama lima tahun hanya bakal menghabiskan ongkos sekitar USD 89,78 juta.

Jika dibandingkan dengan sewa, pembelian pesawat memang menelan biaya lebih mahal sebesar USD 48,64 juta. Namun, mantan Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Lambock V Nathans mengatakan mahalnya biaya pembelian pesawat itu dapat tertutupi oleh nilai kepemilikan aset negara jika presiden sudah membeli pesawat sendiri. Dalam penghitungan Lambock, lima tahun setelah pembelian pesawat, nilai aset pesawat akan berada di kisaran USD 80,78 juta. Sedangkan jika pemerintah terus menyewa pesawat, aset senilai jutaan dolar itu tidak pernah menjadi milik negara. Logikanya, kata dia, dengan membeli pesawat, Indonesia justru akan berhemat sekitar USD 32,136 juta dalam lima tahun setelah pembelian.

Tetapi toh faktanya, enam tahun setelah pembelian pesawat itu, Jokowi malah kembali menyewa pesawat. Februari 2020, Jokowi menyewa pesawat Boeing 777-300ER dari Garuda Indonesia untuk berkunjung ke Amerika Serikat. Alasannya, ongkos terbang ke AS dengan pesawat kepresidenan jauh lebih mahal dibandingkan sewa. “Apabila menggunakan pesawat kepresidenan sekarang itu harus transit tiga kali berdasarkan pengalaman yang dulu. Setiap transit harus mengisi bahan bakar dan dihitung biayanya, akhirnya menjadi lebih mahal dibandingkan dengan menggunakan pesawat yang selama ini (dimiliki negara),” tukas Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Jumat, 28 Februari 2021.(detik)