Eramuslim.com – Elit tim sukses Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang tak lain Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto diduga terlibat dalam dugaan kasus korupsi E-KTP.
Nama Setya Novanto terendus Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak Agustus 2013 ketika penyelidik lembaga antirasuah itu menemui bos PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos, di Singapura.
Sandipala merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia, yang memenangi tender proyek E-KTP.
Investigasi Majalah Tempo mengungkap dugaan keterlibatan Setya Novanto dalam kasus E-KTP. Antara lain, mengenai pertemuan di rumahnya di Jalan Wijaya XIII, Jakarta Selatan, pada Oktober 2011.
Pada pertemuan itulah Novanto meminta Paulus menyetor fee 5 persen dari nilai proyek E-KTP. Namun Paulus belum setuju. Novanto kembali meminta fee kepada Paulus saat pertemuan berikutnya di Equity Tower. Fee yang diminta Novanto meningkat jadi 7 persen untuk dibagi kepada anggota Komisi II DPR.
Selain Setya Novanto, nama yang kerap disebut pemain utama dalam pengadaan proyek E-KTP adalah mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.
Gamawan membeberkan kepada awak media bahwa proyek itu diadakan menindaklanjuti ketentuan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Kata dia, selambat-lambatnya lima tahun sejak diundangkan, warga harus memiliki Nomor Induk Kependudukan (NIK).
“Kemudian 19 hari setelah jadi menteri, saya diundang DPR agar hal ini dianggarkan pada 11 November 2009.” Sejak saat itu pemerintahan SBY kemudian membentuk panitia teknis dari 15 kementerian.
Menurut Gamawan, anggaran untuk proyek E-KTP telah dibahas sebelum pengadaan proyek itu diajukan. Pembahasannya dilakukan di tempat Wakil Presiden Budiono bersama Menteri Keuangan saat itu, Sri Mulyani.
“Jadi, kalau ada yang bilang Bu Sri Mulyani enggak ikut, itu bohong,” ucapnya. Gamawan juga mengaku melapor ke KPK dan meminta dukungan untuk proses pengawasan. Karena itu Gamawan mengaku tak mengetahui kenapa saat ini KPK mengeluarkan pernyataan bahwa ada kerugian Rp 2 triliun dari proyek tersebut.
KPK membenarkan pernah diminta untuk memberikan rekomendasi terkait proyek E-KTP saat posisi menteri dalam negeri dijabat oleh Gamawan Fauzi.
Namun KPK tidak memberikan rekomendasi itu. “KPK tidak beri rekomendasi, banyak data ganda sehingga kalau memaksakan E-KTP enggak maksimal,” kata Plh Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, (21/10/2016).
Bahkan KPK saat itu sempat memberi rekomendasi pada Presiden saat itu yaitu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar tidak melanjutkan proyek itu. Namun, Yuyuk menyebut rekomendasi KPK itu tidak diperhatikan.
“KPK juga pernah berikan rekomendasi tapi tidak diindahkan. Bahkan kirim (saran ke) Presiden (SBY) dengan saran yang sama tapi tidak diindahkan,” ucap Yuyuk.(ts/sn)