Ketika banjir datang, berbagai simpati datang bagi para korban banjir. Tapi tak banyak di antara mereka yang mau mengulurkan tangannya itu dengan penuh keikhlasan walaupun tanpa imbalan atau balas jasa.
Sebut saja Zainal Abidin petugas posko banjir di Kelurahan Cililitan. Ia mengaku sejak banjir besar datang menenggelamkan jembatan di jalan raya Kalibata, dengan tim yang berjumlah sedikit langsung terjun kelokasi membantu proses evakuasi warga yang terkena musibah.
"Ini sudah menjadi hobi saya, musibah seperti ini bagi saya sudah biasa, jadinya enggak asing lagi, " tuturnya kepada eramuslim disela-sela menjalankan tugasnya melayani para pengungsi yang meminta bantuan.
Zainal menceritakan, ketika awal terjadi musibah banjir memang terasa sangat lelah, karena personil regu penolong masih relatif sedikit, sehingga tenaga keluar lebih besar, selain itu juga proses evakuasi warga juga mengalami kesulitan, karena aliran listrik yang dimatikan oleh PLN. Padahal warga sangat membutuhkan pertolongan.
Ia mengungkapkan, situasi musibah memang merupakan saat-saat yang sangat sensitif bagi warga yang menjadi korban, karena itu dirinya sebagai tim penolong berusaha menyikapi hal-hal itu dengan cara yang bijaksana dan mencoba memberikan bantuan dengan porsi yang adil.
"Seperti contohnya, kita ditugaskan untuk memberikan bantuan di empat titik, karena kita harus menunjuk mana yang paling menjadi prioritas, kita akan memberikan bantuan lebih kepada daerah yang tidak terjangkau posko lain di sana, dan alhamdullilah mereka sangat terbantu dengan kita, " tandasnya.
Berbeda dengan Zainal, Suharjoni relawan dari BSMI mengalami hal buruk saat menjadi relawan, karena saat melakukan evakuasi korban banjir diwilayah Kelapa Gading, Jakarta Utara harus kehilangan telepon selularnya. Suharjono merupakan salah satu tim rescue BSMI, yang bertugas mengatarkan para medis untuk memberikan pelayanan kesehatan pada korban banjir.
Anggota tim relawan Muhammad Rudi mengaku, medan dilalui untuk mengevakuasi warga korban banjir kali ini cukup berat, di samping arus yang sangat deras, para warga terutama yang berada di komplek perumahan tidak mau dievakuasi karena khawatir dengan rumah mereka.
"Secara medis kami mengalami kesulitan untuk melakukan evakuasi, karena warga tetap bertahan dirumah mereka, " ujarnya.
Rudi mengatakan, sepekan lalu ketika banjir besar datang situasinya benar-benar kacau, ketika tim baru saja pulang melakukan evakuasi diwilayah Kelapa Gading dan Cipinang Muara dan kembali ke sekretariat, timnya harus kembali melakukan evakuasi sampai malam, karena warga Kalibata dan Cililitan panik berlarian mencari pertolongan karena banjir besar datang.
Bayi Korban Banjir Butuh Baju Ganti
Banjir memang sudah surut, namun situasi akibat banjir belum menyebabkan kondisi warga pulih. Banyak warga yang harus kehilangan barang-barangnya karena hanyut dibawa air.
Hal ini dialami oleh Renni yang datang ke posko banjir pagi hari bersama dengan ibu-ibu lainnya sambil menggendong bayinya, untuk mencari pakaian atau celana ganti untuk bayinya yang masih berusia lima bulan.
"Ya anak saya sudah tidak punya celana lagi, karena semalam ngompol terus, saya juga tidak punya uang untuk beli pampersnya, jadi saya ke sini kalau-kalau ada yang menyumbang celana atau pampers (popok tahan air), " tuturnya.(novel)