Tim Pengawas Penyelenggaraan Ibadah Haji (PIH) Tahun 1428 H/2007 dari Komisi VIII DPR merasa kecolongan atas keinginan Departemen Kesehatan untuk mengelola sendiri anggaran kesehatan haji dengan alasan biayanya akan lebih murah. Ketua Tim Pengawas Penyelenggaraan Ibadah Haji Said Abdullah Daker Madinah di Kantor Haji Indonesia, Daker Madinah, Ahad (25/11)
Ia mengatakan, anggaran kesehatan haji ketika dikelola oleh Departemen Agama hanya sebesar 62 miliar rupiah. Tetapi, setelah kewenangan itu oleh Komisi VIII DPR diberikan kepada Depkes anggarannya membengkak menjadi 138 milyar rupiah.
"Anggarannya naik menjadi 106 miliar rupiah, ditambah APBN-P 28 miliar rupiah, sehingga totalnya 134 miliar rupiah, dengan argumen bahwa petugas yang di lapangan sesuai standar WHO per hari 50 USD, "katanya.
Namun, lanjut Said, berdasarkan fakta di lapangan, ternyata dengan anggaran sebesar 134 miliar rupiah, sehingga dapat terlihat di sini Depkes hanya menjadi raja, bukan melayani jamaah.
“Hanya dengan 62 miliar rupiah saja sudah dapat menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan baik, masak dengan anggaran 134 miliar rupiah masih kayak gini kondisinya. Jadi akan kami bahas ulang, bagaimana baiknya persoalan-persoalan kesehatan dikelola, ”ujarnya.
Dia juga menyesalkan, masih adanya petugas kesehatan di lapangan di Daerah kerja (Daker) Madinah, yang belum mendapatkan hak-hak yang seharusnya sudah dibayarkan.
Selain itu, Komisi VIII DPR juga sangat menyayangkan, lolosnya seorang wanita hamil tujuh bulan dalam rombongan calhaj kloter pertama Jakarta.
"Persoalannya sekarang, nasi sudah menjadi bubur dan ini merupakan persoalan kemanusiaan. Tidak mungkin ditinggalkan di sini atau dikembalikan ke tanah air, "imbuhnya.
Said menambahkan, Komisi VIII DPR rencananya pada akhir Desember 2007 akan membentuk Panja BPIH 1429 H, untuk menentukan perencanaan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2008. (novel/bip)