Majelis hakim diminta tidak menjatuhkan hukuman penjara kepada para pengguna narkoba, sebab mereka adalah korban dari para bandar dan pengedar narkoba. Dalam satu tahun, para pengguna narkoba itu menghabiskan dana Rp11 triliun untuk membeli narkoba.
"Para pengguna narkoba itu hanya menjadi korban saja sehingga vonis yang tepat bukan hukuman penjara tapi dirawat hingga sembuh," ujar Wakil Kepala Pelaksana Harian Badan Narkotika Nasional (BNN) Sri Soegiarto di sela-sela acara Forum Komunikasi Kehumasan BNN, di Jakarta, Rabu (6/12).
Menurutnya, vonis untuk menjalani rehabilitasi itu memang dibenarkan dalam UU No 22 tahun 1997 tentang narkotika sehingga hakim seharusnya perlu memikirkan hukuman semacam ini.
"Kalau pengguna narkoba divonis hukuman penjara maka mereka akan bercampur dengan para pengedar dan bandar besar selama di Lapas. Ujung-ujungnya mereka bukannya sembuh malah bertambah kecanduannya karena terus dicekoki narkoba di Lapas, sebab peredaran narkoba banyak juga ditemukan oleh pihak Lapas" papar Soegiarto.
Sayangnya, kata Soegiarto, amanat UU untuk merehabilitasi pengguna narkoba itu tidak didukung oleh pemerintah pusat karena hingga saat ini pemerintah pusat tidak punya tempat rehabilitasi pengguna narkoba.
"Yang ada saat ini kan pusat rehabilitasi milik pemerintah daerah yang tempatnya digabung dengan rumah sakit semacam di RSCM atau RS Fatmawati," sambungnya.
Bahkan, katanya, di beberapa daerah ada pengguna narkoba yang dirawat di RS Jiwa. "Makanya, hakim pun masih banyak yang berpikir-pikir untuk menjatuhkan vonis rehabilitasi sebab kalau sudah divonis lantas mau ditaruh di mana," tambahnya.
Untuk mendukung rehabilitasi pengguna narkoba itu, BNN saat ini tengah membangun rumah sakit ketergantungan narkoba di Lido, Sukabumi. "Memang rumah sakit ini belum diresmikan tapi sudah siap menerima pasien dengan daya tambung 200 hingga 250 pasien. Kalau memang ada yang divonis hakim untuk menjalani rehabilitasi, kami siap menampungnya," katanya.
Hingga kini jumlah pengguna narkoba di Indonesia diperkirakan empat juta jiwa atau 1,5 persen dari jumlah penduduk dengan korban meninggal 15 ribu orang setiap tahun. "Ini hasil penelitian tahun 2004 saja. Hasil penelitian ini bisa dipertanggungjawabkan. Hasil penelitian tahun 2006 masih belum selesai," imbuhnya. (dina)