Gelombang masuknya masyarakat non-muslim ke dalam Islam tidak saja terjadi di beberapa negara Barat. Di Indonesia yang berpenduduk mayoritas muslim, semangat sejumlah kaum non-muslim untuk belajar Islam lalu mengikrarkan diri memeluk Islam cukup besar. Masjid Sunda Kelapa menjadi salah satu saksi banyaknya orang-orang non-muslim yang akhirnya bersyahadat.
Dalam 1 bulan, di masjid yang terletak di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, ini sekitar 30 orang menyatakan ber-Islam.
“Kami terima laporan setiap akhir bulan, kalau bulan Juni ada 33 orang. Untuk Ramadan tahun ini kan baru berjalan dua hari. Tapi kalau selama bulan Juli sampai tanggal ini sudah ada 22 orang mualaf di Masjid Sunda Kelapa,” ujar Ketua Pembina Paguyuban Mualaf, H Anwar Sujana, kepada detikramadan, Senin (23/7/2012).
Anwar bercerita bahwa dari segi usia, kebanyakan dari mereka berasal dari kelas ekonomi menengah ke atas.
“Sebetulnya usianya beragam, tapi kebanyakan sudah dewasa, ya 30 tahun ke atas. Dan memang kebanyakan kelas menengah ke atas dan sudah punya profesi. Ada dokter, dosen, guru, dan juga ada pengusaha. Untuk bulan Juni kemarin yang dari dhuafa hanya ada 1 orang,” ceritanya.
Selain masyarakat Jakarta, ada juga Warga Negara Asing (WNA) yang memutuskan masuk Islam di Masjid Sunda Kelapa. Menurut penuturan Anwar, pada bulan Juni ada 11 orang WNA yang masuk Islam di masjid ini.
“Kalau data yang bulan kemarin, ada 11 orang WNA. Beberapa memang tinggal di sini, sudah kerja di Jakarta. Berasal dari berbagai negara, ada yang Amerika, Australia. Tapi kebanyakan Inggris,” tutur Anwar.
Setelah membaca syahadat, para mualaf juga mendapat pembinaan dari pihak Masjid Sunda Kelapa. Terdapat empat materi wajib yang harus dijalankan mualaf yakni, studi dasar Islam, Ibadah, Aqidah akhlaq, dan pengenalan Alquran. Sedangkan untuk waktu pelaksanaannya, disesuaikan dengan para mualaf itu sendiri.
“Pertama studi dasar Islam dijalankan seharian mulai pukul 09.00 pagi sampai maghrib. Kedua materi Ibadah, tentang salat, cara-cara salat, dan keutamaan salat misalnya. Ketiga, materi tentang Aqidah akhlaq seperti rukun iman dan rukun Islam, serta penjelasan mengenai itu. Keempat, pengenalan Alquran sebagai dasar hukum Islam, apa isinya, apa kandungannya,” imbuhnya.
Selain empat materi wajib tersebut, terdapat dua materi tidak wajib yang bisa didapat para mualaf yang tadinya beragama Kristen. Dua materi tersebut adalah tentang Kekristenan dan Fiqih wanita.
“Kekristenan itu akan dijelaskan dari sisi Alquran. Tentang Nabi Isa AS dan Maryam kan ada di Alquran. Lalu ada Fiqih Wanita. Keduanya tidak wajib diikuti, tapi kalau bersedia akan kami berikan materinya,” lanjut Anwar.
Anwar bercerita bahwa tidak semua mualaf bersedia untuk ditampilkan oleh media. Pasalnya untuk mereka, masalah keimanan adalah masalah pribadi.
“Beberapa mereka ingin menutup masa lalu mereka, jadi tidak ingin bercerita tentang perjalanannya. Namun ada salah satu cerita yang bisa saya bagi, ini tentang seorang pendeta yang akhirnya memilih Islam. Dia lulusan S2 Teologi, dia sudah belajar tentang Injil hingga ke Israel. Saat itu dia bilang ke saya, saya masuk Islam bukan karena saya belajar Alquran, tapi justru karena saya belajar Injil,” pungkasnya.(fq/detik)