Bandung – Ketua Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin mengatakan, kemungkinan besar bulan puasa versi pemerintah dimulai pada Ahad, 29 Juni 2014. Alasannya, posisi bulan di seluruh Indonesia pada saat magrib hari ini, Jumat, 27 Juni 2014, masih di bawah ufuk.
“Kecuali di selatan Sumatera dan Jawa, namun ketinggiannya masih rendah, masih kurang dari 2 derajat,” katanya , Jumat, 27 Juni 2014.
Dengan kondisi hilal atau bulan sabit baru penanda bulan Islam yang baru sudah berada di atas ufuk seperti itu, kata Djamaluddin, organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah akan mengawali puasa pada Sabtu, 28 Juni 2014.
Sedangkan ormas Islam lain dan pemerintah kemungkinan besar menetapkan awal Ramadan jatuh pada Ahad, 29 Juni 2014. “Perbedaan ini bukan antara hisab dan rukyat. Hisab sama, tetapi beda kriterianya saja,” ujarnya.
Muhammadiyah, kata dia, cukup dengan wujudul hilal, atau melihat piringan di atas bulan yang muncul saat matahari terbenam. Sedangkan ormas lain, seperti Nahdlatul Ulama, mensyaratkan kemunculan bulan baru dengan ketinggian tertentu, yakni 2 derajat.
Walau awal puasa berlainan, kata Djamaluddin, hari raya Idul Fitri tahun ini akan dirayakan secara serentak.
Menurut Djamaluddin, awal puasa dan Idul Fitri akan seragam dari 2015 hingga 2022. “Selama delapan tahun itu akan terjadi keseragaman, karena posisi bulannya (penentu Ramadan dan Syawal) sudah cukup tinggi,” katanya.
Masa keseragaman selama delapan tahun itu, kata dia, belum bisa dipastikan sebagai periodesasi, karena masih perlu diperhitungkan kembali kesamaan masa berikutnya pada masa depan.
Sebelumnya diberitakan bahwa pemerintah akan menggelar sidang isbat pada Jumat malam ini dengan mengundang semua organisasi masyarakat keagamaan. Pemerintah akan melakukan penentuan posisi hilal secara ilmiah dengan bantuan peneliti dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, mengadakan pemantauan hilal di semua provinsi dan beberapa perguruan tinggi berbasis Islam, serta menetapkan awal puasa. (ANWAR SISWADI/Tempo)