Eramuslim.com – Pengusaha jalan tol M. Jusuf Hamka yang juga dikenal dengan nama kecil Babah Alun menuding bank syariah lebih kejam dari bank konvensional.
Dia juga menyebut bank syariah berperilaku seperti lintah darat karena hendak memeras dirinya sebesar Rp 20 miliar.
Belakangan Direktur Utama PT Citra Marga Lintas Jabar (CMLJ) ini merasa menyesal dan meminta maaf karena menyampaikan tudingan di depan publik.
Tetapi di sisi lain, Jusuf Hamka juga sudah kadung melaporkan kasus ini ke Polda Metro Jaya. Pihak yang dilaporkan adalah Bank Muamalat, leader bank sindikasi yang membantu pembiayaan proyek pembangunan jalan tol yang dikerjakan perusahannya.
Sebelum kasus ini dimunculkan ke permukaan, Jusuf Hamka sebenarnya sudah sempat pernah berkomunikasi dengan Sekretaris Jenderal Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Iggi Haruman Achsien, dalam sebuah pertemuan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut Iggi kepada Redaksi Kantor Berita Politik RMOL, pertemuan di OJK itu adalah pertemuan untuk membahas hal lain, walau keduanya sempat juga membahas proses negosiasi yang sedang terjadi antara CMLJ dan bank sindikasi yang membantu pembiayaan CMLJ sejak 2016.
Iggi mengira Jusuf Hamka akan menempuh jalan penyelesaian sengketa seperti yang disarankan OJK, baik secara internal maupun eksternal dengan melibatkan melibatkan pihak mediator yang terakreditasi oleh OJK.
Tetapi tanpa diduga, Jusuf Hamka membawa persoalan ini ke ranah hukum dan membesarkannya di media masa dan media sosial.
Menurut Iggi, pernyataan yang disampaikan Jusuf Hamka membuat persoalan ini menjadi sumir dan memancing dugaan-dugaan yang tidak perlu dan kontraproduktif.
Misalnya, Jusuf Hamka menyebutkan tentang bunga pinjaman. Padahal dalam akad atau perjanjian antara Jusuf Hamka dengan bank sindikasi yang terdiri dari Bank Muamalat dan beberapa Bank Pembangundan Daerah Syariah, tidak dikenal istilah pinjaman dan bunga pinjaman.
“Kita harus lihat dulu akad antara pihak CMLJ dengan bank sindikasi. Akadnya adalah murabahah atau jual beli. Tidak dikenal pinjaman dan bunga pinjaman dalam akad murahaba, melainkan pembiayaan dan margin keuntungan, seperti yang disepakati kedua belah pihak saat akad dibuat,” jelas Iggi.
Dia lantas menjelaskan, prinsip murabahah ini dalam banyak kasus lebih diminati karena menawarkan kepastian bagi nasabah.
Misalnya, di awal akad murabahah atau jual beli kedua belah pihak menyepakati margin keuntungan yang didapat bank syariah sebesar 10 persen. Maka sepanjang masa yang dicover itu angka ini tidak akan berubah.
Margin keuntungan ini berbeda dengan bunga atau interest yang dipraktikkan di bank konvensional. Bunga atau interest mungkin sekali mengalami fluktuasi sesuai dengan dinamika suku bunga.