Eramuslim.com – Tere Liye merupakan salah satu penulis novel paling produktif dalam jagat pecinta buku nusantara. Sosoknya sederhana, namun cerdas. Inilah torehan Tere Liye soal proyek reklamasi yang sangat aneh, karena hanya menguntungkan cukong-cukong non pribumi dan merugikan para bumi putera.
1. Nilai jual hasil pulau buatan di pantai utara Jakarta itu paling sial adalah 20 juta/meter. Ini angka sekarang, 10 tahun lagi, saat pulau2 itu siap, boleh jadi sudah 40 juta/meter. Ada total 50.000 hektare, dari puluhan pulau buatan. Itu total 50.000 x 10.000 meter persegi = alias 500 juta meter persegi. Belum lagi besok jika bangunannya bertingkat, maka itu bisa lebih banyak lagi. Berapa nilai reklamasi ini? Kita hitung saja paling simpel, 20 juta x 500 juta meter persegi = 10.000 trilyun rupiah.
2. Kenapa developer ngotot banget reklamasi? Dul, karena biayanya murah. Untuk mereklamasi pantai jadi pulau itu hanya butuh 2-3 juta/meter. Bandingin beli tanah di Jakarta, bisa 10-15 juta/meter. Developer itu pintar banget, ngapai beli tanah? Mending bikin pulau saja.
3. Untuk 500 juta meter persegi reklamasi, berapa tanah yang dibutuhkan? Milyaran kubik, coy. Dari mana itu tanah2 didatangkan? Gunung2 dipotong, pasir2 dikeruk, diambil dari mana saja, yang penting ada itu tanah. Dulu, kita ngamuk minta ampun saat Singapore mereklamasi pantainya, ambil pasir dari Riau. Sekarang? Kenapa kita tidak ngamuk. Singapore sih masuk akal dia maksa reklamasi, lah tanahnya sedikit. Jakarta? Masih segede gaban lahan yang bisa dikembangkan, naik pesawat sana, lihat, luas banget area pulau Jawa ini. Bukan kayak Singapore.
4. Dengan harga tanah yang bisa 40 juta/meter, siapa yang akan membeli pulau buatan ini? Apakah nelayan yang kismin? Apakah anak2 betawi asli macam si doel? Apakah rakyat banyak? Tidak! Itu hanya akan dinikmati oleh kurang dari 1% orang2 super kaya di Indonesia. Situ cuma penghasilan 10 juta/bulan saja cuma mimpi bisa beli properti di pulau buatan ini, apalagi yang dibawah itu.
5. Dengan nilai total 10.000 trilyun, siapa yang paling menikmati uang2nya? Apakah UMKM? Apakah koperasi? Apakah pengusaha kecil? Bukan, melainkan raksasa pemain properti, yang kita tahu sekali siapa mereka ini. Yang bahkan nyuap milyaran rupiah mereka bisa lakukan demi melicinkan bisnisnya. Pemiliknya akan super tajir, sementara buruh, pekerjanya, begitu2 saja nasibnya.
6. Berapa jumlah ikan, burung, hewan2 yang terusir dari reklamasi ini? Hitung sendiri sana.
7. Berapa jumlah para jomblo2, eh, ini mulai ngelantur…
Saya tahu, senjata pamungkas pembela reklamasi itu adalah: besok lusa Jakarta akan tenggelam, kita perlu benteng pulau2 luar biar menahan air laut. Hehehe… dduuhh, kalau situ mau bangun benteng, ngapain harus pulau juga keleus? Belanda saja tidak selebay itu, padahal negara mereka dibawah permukaan laut. Cuma negara api saja yang suka lebay dengan argumen.
Baiklah, terserah kalian mau bagaimana, yang mau tetap belain reklamasi silahkan. Saya ini penulis, sudah tugas saya membagikan visi masa depan. 20 tahun dari sekarang, saat pulau2 buatan ini sudah megah begitu indah, pastikan anak cucu kita tidak hanya jadi tukang sapu, tukang pel kaca di hotel2nya, mall, pusat bisnis di sana. Saya tahu, di luar sana, banyak yang bersedia membela habis2an logika reklamasi ini. Tapi pastikan dek, kalian dapat apa? Catat: Kalian dapat berapa sih dari belain reklamasi? Hehehe… jangan sampai dek, kalian mengotot, memaki orag lain, demi membela reklamasi ini, 20 tahun lagi, saat pulau2 buatan itu jadi, kalian mau menginap di hotelnya semalam saja tidak kuat bayar.
Sudah pernah ke Marina Bay Sand Singapore, yang hasil nimbun laut juga? Semalam harga hotelnya bisa 5-6 juta rupiah. Situ berbusa belain reklamasi, 20 tahun lagi, cuman pengin numpang lewat saja ke pulaunya saja tidak mampu bayar ntar. Nginep semalam di sana, setara gaji 2 bulan kita? Sakittt. Sementara yang punya, sudah semakin super tajir, menyuap sana-sini, membantu dana kampanye ini itu, dll, demi melancarkan bisnisnya.
Hentikan reklamasi! Jawa, Bali, Sumatera, Sulawesi, dsbgnya, hentikan! Demi keadilan sosial, itu masih ada di pancasila kita loh? Kita masih peduli dengan rakyat banyak tidak? (ts/pm)