Tentara Papua New Guinea Larang Merah Putih Berkibar di Merauke, TNI Diam Saja?

Caption; CAPT Christopher Kalvale of the Papua New Guinea Defence Force (PNGDF) loads his magazines before shooting at the Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM) AASAM 2010 This year's Australian Army Skill at Arms Meeting (AASAM), conducted at Puckapunyal Military Range, is designed to pitch the best soldiers against each other in a tough combat-like environment. This focus ensures the contest is more representative of the skills required of a modern fighting soldier. Since 1984, AASAM has been Australia's premier military shooting tournament, with a worldwide reputation. The activity is open to all ADF members and also attracts similar champions from international Defence Forces. This year includes teams from Thailand, France, Singapore, Canada, Brunei, Philippines, East Timor, Papua New Guinea and Indonesia.   Irrespective of nationality, the common language is marksmanship. The competition will be judged through a series of team and individual events encompassing both day and night shooting from close quarters out to 400 metres. Contestants will fire the pistol, rifle and machine gun as standard issue for their Defence Force. The competition decides the champion shot of the ADF, as well as providing a venue to determine who is the best shooting unit and formation in the Australian Army. The international aspect of the competition determines the best individual shooter and competing nation. Matches are designed to replicate some of the conditions and stressors of current operational environments and is an excellent means to validate current doctrine and evaluate training standards.

Eramuslim.com – Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo ogah berkomentar soal pelarangan pengibaran bendera merah putih yang dilakukan tentara Papua Nugini (PNG) di Dusun Yakyu, Kampung Rawa Biru, Merauke. Permukiman tersebut terletak sekitar 1,3 kilometer dari perbatasan antara Merauke dan Papua Nugini.

“Saya belum tahu soal itu, belum mendapat laporan,” ujar Gatot di kompleks Gedung Nusantara, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8). Gatot mengatakan, untuk masalah demikian, TNI juga harus berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri. “Silakan tanya ke Menlu,” imbuhnya.

Sebelumnya diberitakan, Kepala Badan Perbatasan dan Kerja Sama Luar Negeri Suzana Wanggai mendapat laporan adanya tentara PNG melarang warga di Kampung Rawa Biru, Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Papua, mengibarkan bendera merah putih. Tentara itu beralasan, kampung tersebut masuk wilayah Papua Nugini.

Menurut Suzana, perintah untuk menurunkan bendera lantaran ketidaktahuan aparat terhadap batas-batas wilayah kedua negara. “Daerah ini masuk wilayah netral. Permukiman Yakyu jelas masuk di wilayah Indonesia, yakni di Kabupaten Merauke. Warga yang menghuni kampung tersebut kebanyakan berasal dari Suku Kanum dari marga Maywa yang pernah melakukan eksodus tahun 80-90-an ke Kampung Weyam, Papua Nugini. Saat ini permukimam tersebut telah dihuni 19 kepala keluarga atau 74 jiwa, sejak 22 Juni 2011,” kata Suzana di Jayapura, Kamis (13/8)

Danrem 174/Anim Ti Waninggap Merauke Brigjen TNI Supartodi sudah membenarkan adanya informasi mengenai larangan dari tentara PNG tersebut. Larangan itu, kata dia, datang dari tentara PNG yang masuk wilayah Indonesia, tepatnya di Dusun Yakyu, pada 7 Agustus. Menurutnya, pasukan tentara PNG itu masuk ke dusun itu tanpa pemberitahuan.

Danrem mengaku sudah berkoordinasi dengan pihak terkait yaitu Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan (BNPP) untuk mengatasi masalah itu. Pihaknya juga membuat laporan ke Pangdam XVII/Cenderawasih, imigrasi, serta Kementerian Luar Negeri untuk mengajukan protes kepada pemerintah PNG.

Sayangnya, Menlu Retno LP. Marsudi mengaku belum mendapatkan laporan resmi terkait pelarangan pengibaran bendera merah putih di wilayah Merauke itu.

Dia mengatakan belum bisa memberi komentar terkait hal itu. “Saya baru baca dari media massa. Kami akan cari tahu dulu, mengenai peristiwa itu sendiri,” ujar Retno di kompleks gedung DPR/MPR, Jakarta, barusan.

Retno mengatakan, pemerintah akan segera menelusuri pelarangan itu sebelum melakukan langkah-langkah konfirmasi dengan PNG. Solusi, tegasnya, akan ia sampaikan setelah mendapat laporan resmi

“Kami cari tahu yang pasti dulu tempatnya ada di mana, di wilayah siapa. Kami harus pastikan dulu sebelum kami informasikan keluar,” pungkas Retno.

Apakah TNI akan berdiam diri saja dan cukup puas dengan latihan demi latihan, bukan berperang sungguhan? Sebaiknya jadikan momentum ini untuk menggelar perang sungguhan secara terbatas, karena prajurit juga butuh pertempuran bukan latihan saja. Janganlah menjadi tentara dengan seabreg penghargaan tanpa pernah merasakan pertempuran sungguhan.(rz)