Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Anwar Nasution menyatakan, dari hasil pemeriksaan BPK atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2005 ditemukan sebanyak 1.303 rekening dan deposito senilai RP 8,54 triliun atas nama pejabat pemerintah atau instansi di bank umum yang tidak jelas statusnya. Rekening dan deposito tersebut, terdiri dari 680 rekening giro senilai Rp 7,22 triliun dan 623 deposito senilai Rp 1,32 triliun.
Hal itu disampaikan kan Ketua BPK RI Anwar Nasution ketika menyampaikan hasil pemeriksaan BPK atas LKPP Tahun 2005 dalam Rapat Paripurna DPR-RI yang dipimpin Ketua DPR RI Agung Laksono, di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/10).
Menurutnya, rekening pemerintah di bank umum tersebut telah diungkapkan dalam laporan hasil pemeriksaan LKPP Tahun 2004, namun sampai dengan 31 Desember 2005 Depkeu belum menindaklanjuti temuan BPK tersebut. Sebab, Depkeu melalui Dirjen PBN masih dalam proses mengidentifikasi rekening-rekening yang menjadi temuan LKPP Tahun 2004.
“Hasil konfirmasi kepada bank umum yang dilakukan selama pemeriksaan LKPP Tahun 2005, dari 88 bank yang diminta konfirmasi, sebanyak 63 bank memberikan jawaban konfirmasinya,” katanya.
Ia menambahkan, berdasarkan rekapitulasi jawaban konfirmasi 63 bank, ditemukan 680 rekening giro milik pemerintah sebesar Rp 7.220.268,83 juta dan 623 rekening deposito sebesar Rp 1.317.472,08 juta pada 34 Kementerian Negara/Lembaga yang belum dilaporkan dalam LKPP Tahun 2005.
“Dari pemeriksaan atas 680 rekening giro itu, kepemilikan rekening ada yang atas nama suatu instansi, ada yang atas jabatan suatu instansi, atas nama suatu proyek dan yang atas nama suatu badan pengelola. Dengan beraneka ragamnya kepemilikan tersebut menunjukan bahwa status rekening tidak jelas apakah menjadi bagian dari keuangan negara atau bukan,” papar Anwar.
Selain itu BPK juga mengungkapkan adanya temuan sebanyak 23 rekening giro sebanyak Rp 2,04 triliun di Bank Indonesia (BI) yang sudah lebih 2 tahun ini tidak terjadi mutasi transaksi pada rekening tersebut.
Temuan BPK lainnya yaitu pemerintah menanggung beban selisih kurs jual dan kurs beli dalam pembayaran utang luar negeri dalam bentuk valas sebesar Rp 511,68 miliar selama tahun 2005 dan membayar realisasi belanja sebesar Rp 37,94 miliar untuk membayar fee atas perjanjian pinjaman luar negeri yang belum dimanfaatkan.
BPK juga menemukan pencatatan dan pelaporan piutang yang masih lemah. Piutang itu berupa piutang pajak sebesar Rp 29,22 triliun dan piutang BLBI kepada 15 bank dalam likuidasi sebesar Rp 9,29 triliun. (dina)