Eramuslim.com – Wali Kota Bogor Bima Arya Sugiarto menegaskan, aturan larangan iklan rokok yang diberlakukan di kotanya tidak membuat pendapatan asli daerah (PAD) menurun justru malah naik meski tanpa iklan rokok.
“Jadi omong kosong iklan rokok berdampak pada PAD. Justru tanpa iklan rokok, PAD Kota Bogor terus naik,” kata Bima dalam workshop jurnalistik, bertema Membongkar Hambatan Aksesi FCTC dan Mitos Rokok di Indonesia, yang diselenggarakan AJI Jakarta di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu (1/10).
Bima mengungkapkan, sejak 2008 hingga 2013, PAD Kota Bogor terus meningkat, sementara iklan rokok terus dikurangi. Sejak tiga tahun terakhir tidak ada lagi iklan rokok di Kota Bogor. Ia menjelaskan, pada 2008, iklan rokok di Kota Bogor masih banyak, baik dalam bentuk iklan luar ruang, spanduk maupun baliho. Jumlahnya mencapai 372 iklan.
Kota Bogor masih sebesar Rp 80 miliar. Pada 2009, Pemerintah Kota Bogor menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 12/2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok. Peraturan tersebut mengatur perokok di delapan kawasan. Pada saat itu, masih tersisa 262 iklan yang terpasang. Posisi PAD Kota Bogor malah naik sebesar Rp 102 miliar.
Pada 2010, seiring dengan terbitnya Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 7 tentang Petunjuk Pelaksana Perda KTR, Pemerintah Kota Bogor semakin berkomitmen untuk mengurangi jumlah iklan rokok dengan tidak memperpanjang izin. Pada tahun itu, jumlah iklan rokok turun drastis menjadi 77 iklan, dengan PAD naik menjadi Rp 127 miliar.
Mula 2013, keberadaan iklan rokok di Kota Bogor sudah mulai hilang, tetapi PAD tetap meningkat menjadi Rp 464 miliar. Demikian pula pada 2014, PAD sebesar Rp 518 miliar. Pada 2015 tanpa iklan rokok, PAD Kota Bogor menjadi Rp 631 miliar. “Itu hanya ketakutan berlebih soal PAD berkurang karena iklan rokok dilarang,” katanya, menegaskan.
Menurut Bima, keberhasilan Kota Bogor untuk menghentikan peredaran iklan rokok dikarenakan komitmen dua unsur pemerintahan yakni eksekutif dan yudikatif pada saat perumusan larangan iklan rokok. “Selain itu, masyarakat Bogor juga religius, dukungan dari tokoh agama, dan LSM yang militansinya kuat dalam penegakan Perda KTR, ini yang membuat peraturan daerah ini bisa jalan.” (jk/antara)