Masih tampak ketakutan dari pemerintah Indonesia terhadap Washington, dalam memberikan dukungan terciptanya proses perdamaian dan kemerdekaan bagi bangsa Palestina.
“Disatu sisi politik luar negeri Indonesia membela Palestina, tapi disisi lain masih melihat-lihat lirikan George Bush. Saya melihat dukungan kita terhadap Palestina tidak pernah setengah hati, ” ujar Mantan Ketua MPRRI Amin Rais dalam Konferensi bertema Freedom and Right of Return: Palestine and 60 Years of Ethnic Cleansing, di Wisma Makara, Universitas Indonesia, Depok, Rabu (14/5).
Ia menuturkan, lambatnya respon terhadap pendirian perwakilan PLO di Jakarta, dibandingkan Singapura dan Malaysia, karena Indonesia belum mendapatkan lampu hijau dari AS. Meski saat ini diplomasi Indonesia terhadap negera-negara Timur Tengah yang terkena konflik sudah memperlihatkan suatu kemajuan, namun untuk masalah Palestina standar ganda itu masih sangat jelas.
“Omongannya membela Palestina sesuai dengan mukadimah UUD 1945, tapi kenyataannya kita tidak seperti Malaysia yang secara bebas mendukung Palestina. Kemudian di dalam siding-sidang Dewan Keamanan PBB Indonesia tidak pernah tegas, walaupun yang terakhir lumayan mengenai Iran, ” jelasnya.
Amin pun menyayangkan, konferensi berkelas Internasional yang diselenggarakan oleh LSM peduli Palestina dan Pusat Kajian Timur Tengah Universitas Indonesia ini tidak mendapat sambutan dari pemerintah.
“Ini kan penting sekali, kalau memang membela Palestina sungguh-sungguh paling tidak kalau Presiden SBY berhalangan, kan bisa diwakilkan oleh Wapres Jusuf Kalla, ” tukasnya.
Ia berkesimpulan sampai saat komitmen pemerintah dalam mendukung Palestina tidak pernah utuh. Ketika ditanya, tentang kehadiran KH. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur berkunjung ke Israel, Amin tidak mau berkomentar. “Kehadiran Gus Dur di Israel, terserah dia, ” pungkasnya.(novel)