“Menyetujui, Rancangan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (R-PKPU) tentang perubahan atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 19 Tahun 2023 tentang pencalonan peserta pemilihan umum presiden dan wakil presiden,” kata Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia membacakan kesimpulan rapat, Selasa (31/10/2023).
Rapat bersama antara DPR, pemerintah, dan penyelenggara Pemilu itu sekaligus menyepakati Rancangan Peraturan Badan Pengawas Pemilihan Umum.
“Sebagai berikut, Rancangan PerBawaslu tentang Pengawasan Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Rancangan PerBawaslu tentang Dana Kampanye Pemilihan Umum,” kata Doli.
“Dengan catatan agar KPU RI dan Bawaslu RI memperhatikan saran dan masukan dari anggota DPR RI, Kementerian Dalam Negeri, dan DKPP RI,” tandasnya.
Diketahui rapat untuk menyepakati perubahan PKPU ini dilakukan menyusul adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan berkaitan dengan syarat pendaftaran capres dan cawapres.
Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengenai batas usia capres dan cawapres diubah menjadi berusia 40 tahun atau pernah berpengalaman sebagai kepala daerah.
Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 itu diajukan oleh perseorangan warga negara Indonesia (WNI) bernama Almas Tsaqibbirru Re A yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.
Mahkamah berkesimpulan bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD NRI 1945.
“Sehingga Pasal 169 huruf (q) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi ‘berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah’,” ucap Ketua MK Anwar Usman membacakan amar putusan di Jakarta, Senin.
Atas putusan itu, terdapat alasan berbeda (concurring opinion) dari dua orang hakim konstitusi, yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P. Foekh, serta pendapat berbeda (dissenting opinion) dari empat hakim konstitusi, yakni Wahiduddin Adams, Saldi Isra, Arief Hidayat, dan Suhartoyo. (sumber: Suara)