Pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang dilakukan secara tidak amanah oleh pemerintah, sarat KKN dan mengkhianati konstitusi, mengetuk hati sejumlah anggota masyarakat untuk menggagas pembentukan Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPK-N).
"Secara bertahap aset-aset negara dan sumber daya alam di Indonesia terlepas penguasaannya dari tangan negara dan jatuh ke pengelolaan pihak swasta dan asing. Tak heran, kekayaan alam Indonesia yang meimpah di tanah air pada akhirnya seolah menjadi kutukan, karena tidak membawa berkah bagi rakyat, " kata Anggota Kelompok Kerja (Pokja) KPK-N Marwan Batubara dalam acara Deklarasi Komite Penyelamat Kekayaan Negara (KPK-N), di Ruang GBHN, Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (28/7)
Menurutnya, gagasan pendirian KPK-N yang akan melakukan advokasi dan menyuarakan tuntutan sebagai bentuk kepedulian dan keprihatinan atas pengeolaan kekayaan negara oleh penyelenggaran negara yang tidak transparan dan sesuai dengan amanat konstitusi UUD 1945 pasal 33 ayat 3.
"Komite ini bertugas untuk menyelematkan kekayaan negara dari kerusakan, ataupun kegiatan pemanfataan kekayaan negara hanya untuk keuntungan kelompok, golongan, atau segelintir orang, baik secara sembunyi-sembunyi maupun melalui kebijakan yang menyimpang, yang berdampak menyengsarakan rakyat, " ujar Marwan.
Marwan menjelaskan, fokus kegiatan pengawasan (monitoring) dan memberikan masukan antara lain, dalam pengelolaan Migas dan Hak Angket BBM, penuntasan skadal BLBI, pemberantasan illegal logging, serta ha-hal lain.
Namun, lanjutnya, fokus kegiatan advokasi dalam pengelolaan Migas dan hak angket BBM yang sedang bergulir di DPR. Ia juga menambahkan, KPK-N sangat terbuka bagi setiap warga negara yang memiliki kesamaan visi mengenai kekayaan alam.
Sejumlah tokoh dan ekonom hadir dalam Deklarasi Komite Penyelamat
Kekayaan Negara (KPK-N), yakni Amien Rais, Hidayat Nur Wahid, KH. Abdurrahman Wahid, WS.Rendra, Sri Edi Swasono, Fadhil Hasan, Imam Sugema, Hendri Saparini, serta Drajat Wibowo.(novel)