Berdasarkan hasil survei LSI, dari 438 responden sebanyak 61,1 persen masyarakat Jakarta dapat memaafkan mantan Presiden Soeharto, tapi sebanyak 50,1 persen masyarakat tidak menginginkan proses hukum atas mantan penguasa Orba itu dihentikan.
Demikian penyataan yang disampaikan oleh Direktur Eksekutif Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA dalam jumpa pers, di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta, Kamis(1/6). "Emosi publik telah berubah setelah 8 tahun, secara umum masyarakat untuk wilayah Jakarta, bisa memaafkan kesalahan Soeharto, kurang dari 25 persen yang tidak bisa memaafkan," ujarnya.
Ia menjelaskan, alasan sebagian besar publik memaafkan mantan Presiden Soeharto karena masyarakat menilai jasa Soeharto lebih besar dibandingkan kesalahannya. Selanjutnya karena alasan kemanusiaan bahwa Soeharto tidak mampu lagi menjalani proses hukum. Masyarakat juga menganggap Soeharto telah dihukum secara sosial. Meski demikian mayoritas masyarakat tidak setuju proses hukumnya dihentikan.
"Mereka yang menentang penghentian proses hukum terhadap Pak Harto, didominasi 65,4 persen responden yang berpendidikan tinggi dan sebagian besar (63,9 persen) responden simpatisan PDIP," tandasnya.
Ia menyarankan, untuk menyelesaikan kasus mantan Presiden Soeharto, pemerintah harus melakukan tiga langkah dalam satu paket (three in one), antara lain; mengeluarkan Perpu sehingga memungkinkan melakukan pengadilan secara in-absentia tanpa melanggar prinsip hukum. Pengadilan itu dibuat secepat mungkin (satu bulan) atau satu tahap saja, kemudian jika Soeharto tidak terbukti bersalah Presiden SBY harus segera melakukan rehabilitasi, dan apabila bersalah segera keluarkan grasi. Kebijakan itu diharapkan akan menjadi solusi yang bisa diterima oleh masyarakat.(novel)