Berdasarkan hasil survei ILO pelajar yang putus sekolah sebelum menamatkan pendidikannya di SMP, cenderung berpendapatan rendah saat usia dewasa dan akan rentan pengangguran karena bidang pekerjaannya yang tidak pasti.
Hal tersebut disampaikan Deputi Direktur ILO Jakarta Peter Rademaker dalam jumpa pers, di Kantor ILO, Jakarta, Senin(12/06). "Dibandingkan dengan tingkat pengangguran nasional sebesar 10,4 persen, sekitar 66 persen pemuda berusia 17-18 tahun yang putus sekolah menganggur, dan tingkat pengangguran lebih besar lagi pada kelompok usia 15-17 yaitu mencapai 71 persen," jelasnya.
Ia menyatakan survei tersebut dilakukan oleh perusahaan penelitian pakar sosial terkemuka, Taylor Nelson Soffer pada awal 2006, dengan meneliti lebih dari 2.500 pemuda dari strata sosial ekonomi menengah kebawah, didelapan provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumatera Utara, Kalimatan Timu, Papua, Sulawesi Selatan dan NTT.
Lebih lanjut Peter mengatakan hasil penelitian ini dapat menjadi pedoman untuk tidak membiarkan anak-anak di bawah usia 15 tahun masuk kedalam dunia kerja, karena kemungkinan besar mereka akan mengalami kegagalan dalam dunia kerja.
Hal senada diungkapkan oleh National Program Officer ILO Jakarta Arum Ratnawati Ia menegaskan harus diupayakan agar anak-anak di Indonesia tetap meneruskan sekolahnya paling tidak sampai menamatkan pendidikan dasar sembilan tahun hingga bangku SMP.
Ia menambahkan, penghasilan yang diperoleh oleh kelompok pekerja yang menamatkan pendidikan 56 persen lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak menamatkan SMP, sebab pada umumnya mereka yang tidak tamat SMP mendapatkan penghasilan harian atau tidak permanen.
"Yang menamatkan SMP cenderung hanya mendapatkan penghasilan harian, tidak permanen atau bulanan, dan maksimal yang menamatkan SMP hanya berpenghasilan 550 ribu perbulan," jelasnya. (novel)