Ia melanjutkan, kabupaten Magelang setiap tahun mengalami surplus rata-rata 80 ribu hingga 100 ribu ton beras. Angka itu bahkan meningkat setelah adanya program Upaya Khusus Padi Jagung Kedelai (Upsus Pajale) yang meningkatkan surplus hingga 147.413 ribu ton pada 2017. “Dibandingkan sebelum Upsus Pajale, ada kenaikan 40 persen,” katanya.
Hal tersebut dibuktikan Wijayanti dengan melakukan panen di lahan seluas 14 hektare di Desa Pagersari, Kecamatan Mungkid dan 12 hektare di Desa Sawangan, Kecamatan Sawangan. Rata-rata produktivitas yang dihasilkan 6,3 ton per hektare.
Hal ini diakuinya menjadi prestasi membanggakan mengingat Magelang merupakan sentra hortikultura. Namun dengan pengelolaan yang tepat, lahan seluas 108 ribu hektare di kabupaten ini mampu menghasilkan komoditas pertanian secara maksimal. “Lahan itu dibagi untuk semua komoditas. Itu pun masih surplus, bagaimana kalau difokuskan untuk pangan?” ujarnya.
Pada Januari ini, Kabupaten Magelang panen pada lahan seluas 3.652 hektare dengan produktivitas rata-rata 6,3 ton per hektare. Hasil diperkirakan mencapai 21.380 ton Gabah Kering Giling (GKG) setara 13.512 ton beras. Kebutuhan beras di Kabupaten Magelang sendiri adalah 11.583 ton per bulan. “Artinya kebutuhan beras tercukupi malah terjadi surplus sebanyak 1.929 ton,” katanya.
Kondisi ini yang membuat Magelang menjadi kabupaten nomor satu yang menolak adanya impor beras. Petani bahkan memasarkan beras surplus tersebut ke tempat lain.
Terkait impor, Direktur Buah dan Florikultura Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Sarwo Edhy menegaskan jika Indonesia telah dua tahun tidak melakukan impor beras. “Produksi banyak, no impor,” tegasnya saat ditemui usai panen di Kabupaten Magelang.
Magelang, kata dia, menjadi salah satu bukti bahwa panen masih terjadi di Tanah Air. Surplus yang terjadi menepis komentar miring dari banyak pihak terkait minimnya produksi beras dan meminta dibukanya keran impor. “Namun produksi beras kita ada, data kita benar karena dari BPS,” ujarnya.
Setiap hari panen
Surplus beras juga terjadi di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kepala Dinas Pertanian DIY Sasongko mengaku Januari ini hamper setiap hari selalu diundang untuk menghadiri panen padi.
“Di DIY setiap tahun rata-rata surplus beras sekitar 200-250 ribu ton, Sementara produksi beras di DIY per tahun 920 ribu ton, sehingga banyak yang dijual keluar,” kata Sasongko pada Republika, Rabu petang (10/1).
Lebih lanjut Sasongko mengungkapkan meskipun beras di DIY cukup stoknya, ada kenaikan harga beras. Penyebab kenaikan harga beras antara lain karena musim hujan ada penambahan biaya untuk pengeringan gerabah dan menambah tenaga.