Kasus Trisakti, Semanggi I dan II (TSS) serta kerusuhan Mei 1998 tidak dapat diajukan sebagai kasus pelanggaran HAM berat, sebab DPR telah memutuskan bahwa kasus itu kejahatan HAM biasa.
Demikian diungkapkan oleh Jaksa Agung Hendarman Supandji usai melakukan Pengarahan kepada Pegawai dan para jaksa tinggi se-Indonesia, di lingkungan Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (10/5).
Selain itu, ia menyatakan, kasus Trisakti sudah ditangani secara pidana umum melalui pengadilan militer.
"Kasus TSS sudah diputuskan oleh DPR, bahwa itu kejahatan biasa yang sudah diproses melalui pengadilan biasa, kalau diangkat lagi menjadi HAM berat, maka ada kesulitan untuk menentukan konstruksi hukumnya, "ujarnya.
Menurutnya, sulit untuk membuktikan unsur-unsur pembunuhan sistematis dan menyeluruh dalam kasus-kasus tersebut, seperti kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Bosnia, Ruwanda, dan juga Kamboja.
Hendarman menegaskan, selama ini bukan hanya kasus TSS saja, kasus-kasus kemanusiaan yang menurut masyarakat masuk kategori pelanggaran HAm berat, seperti kasus Timor Timur dan juga Tanjung Priok, pelakunya bebas dari jeratan hukum.
"Karena apa, karena ada unsur yang tidak bisa dibuktikan, yaitu pembuktian masalah pembunuhan yang meluas, sistematis, dan direncanakan, ini salah satu yang gagal di Kejaksaan, " tandasnya.(novel)