Suku Dayak Mati-Matian Berperang, Pengkhianat Malah Dibuatkan Monumen Pahlawan

monumen cina

Eramuslim.com – Presidium Dewan Rakyat Dayak mengecam tindakan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo meresmikan monumen Laskar Cina yang dikatakan merupakan monumen perjuangan Laskar Tionghoa,

“Kenapa harus monumen Laskar Tionghoa, padahal Laskar Rakyat Dayak banyak yang berjuang namun tidak pernah diapresiasi bentuk perjuangannya,” ujar Presidium Dewan Rakyat Dayak Bernadus kepada wartawan, Minggu (28/2).
Menurut dia, atas peresmian monumen itu, Dewan Rakyat Dayak mengecam Mendagri yang menganakemaskan etnis tertentu, dan itu berarti telah menyinggung SARA.
Bernadus menjelaskan, peresmian monumen Laskar Cina sangat menyakiti  rakyat Dayak yang lebih banyak membuat laskar untuk membela negeri ini. Suku Dayak adalah satu-satunya suku yang menyatakan sumpah setia kepada Republik Indonesia pada 17 Desember 1946 dengan tata cara upacara sakral Suku Dayak di Gedung Agung Istana presiden Jogjakarta yang dipimpin langsung tokoh Dayak Cilik Riwut.
Cilik merupakan anggota tentara nasional Indonesia, penerjun pertama yang dimiliki oleh Indonesia, dan asli dari Suku Dayak.
cilik riwut
Mayor Tjilik Riwut, putera Dayak nasionalis yang seharusnya menjadi Pahlawan Nasional

Hingga hari ini, kata Bernadus, pengajuan nama Cilik Riwut sebagai Pahlawan Nasional pun belum mendapatkan hasil. Apalagi membuat monumen sumpah setia rakyat Dayak untuk Bela NKRI, jauh dari impian.

“Suku Dayak juga pernah terlibat aktif dalam memadamkan upaya pemberontakan dari etnis Tionghoa yang dikenal dengan peristiwa penyerangan pangkalan II angkatan udara RI di Sangau Ledo yang dilakukan oleh barisan rakyat,” katanya.
Menurutnya, pemberontakan yang dilakukan oleh etnis Tionghoa, menyisakan luka bagi suku dayak yang dikenal peristiwa Makuk Merah.
“Tanah kami tanah Dayak hanya sebagai tempat eksploitasi sumber daya alam saja. Tambang-tambang berdiri di mana-mana menyisakan kerusakan alam, pemaksaan pembukaan perkebunan dan bahkan tiap tahun rakyat Dayak  mendapat kado asap dari pembalak liar yang membuka lahan, tanah kami dijadikan lahan transmigran tanpa minta imbalan,” kata Bernadus.
Bernardus melihat persepsi yang dibentuk agar Dayak tetap menjadi warga kelas dua dan para bandar tetap bisa meng eksploitasi tanah Dayak. Pemerintah pusat seharusnya memberikan perhatian yang lebih kepada rakyat Dayak, karena banyak suara kami saat pemilu yang mendukung pemerintah.(ts/rmol)