“Hal yang disampaikan BEM UI dalam postingan meme bergambar Presiden Republik Indonesia yang merupakan simbol negara, mengenakan mahkota dan diberi teks ‘Jokowi: The King of Lip Service’, juga meme lainnya dengan teks ‘Katanya Perkuat KPK Tapi Kok?’, ‘UU ITE: Revisi Untuk Merepresi (?)’, dan ‘Demo Dulu Direpresi Kemudian’ bukanlah cara menyampaikan pendapat yang sesuai aturan yang tepat karena melanggar beberapa peraturan yang ada,” lanjutnya.
Amelita tak merespons ketika ditanya lebih jauh soal peraturan mana yang dilanggar BEM UI lewat unggahan itu, apakah peraturan kampus atau peraturan perundang-undangan.
Namun, yang jelas, Presiden RI bukan simbol negara, jika hal itu yang dinilai sebagai pelanggaran.
Dalam UUD 1945 dan UU Nomor 24 Tahun 2009, ditegaskan bahwa simbol negara adalah bendera Merah Putih, bahasa Indonesia, burung Garuda dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika, serta lagu kebangsaan “Indonesia Raya”.
Kemarin, Rektorat UI telah memanggil 10 mahasiswa yang dianggap terlibat dalam terbitnya poster dan meme itu.
“Universitas Indonesia mengambil sikap tegas dengan segera melakukan pemanggilan terhadap BEM UI pada sore hari Minggu, 27 Juni 2021,” kata Amelita.
“Pemanggilan terhadap BEM UI ini karena menilai urgensi dari masalah yang sudah ramai sejak postingan yang mereka buat di akun sosial media BEM UI. Pemanggilan ini adalah bagian dari proses pembinaan kemahasiswaan yang ada di UI,” ujar dia.
Unggahan BEM UI tentang “Jokowi: King of Lip Service” berisi sindiran bernada kritik terhadap Presiden Jokowi yang ucapannya dinilai sering kali berbanding terbalik dengan realitas. Menurut BEM UI, hal itu antara lain tampak pada soal kerinduannya didemo, keinginannya agar revisi UU ITE memenuhi rasa keadilan, dan janji penguatan KPK.
Unggahan itu viral di media sosial dan membelah warganet, antara yang mengecam dan mendukung meme itu. (Redaksi2/wartaberita)