Mereka merupakan dua peneliti asal Indonesia yang ikut dalam pengembangan vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca
Henrykus menyarankan Presiden Joko Widodo untuk segera bertindak demi mendapatkan vaksin itu dalam jumlah yang cukup.
Selain karena ada keterlibatan WNI, vaksin Covid-19 buatan AstraZeneca juga kerap disebutkan memiliki efikasi yang lebih tinggi dari vaksin Sinovac buatan China yang banyak digunakan di tanah air.
“Mengapa kita membeli vaksin yang jauh lebih mahal tetapi memiliki efikasi yang rendah?” tanya Henrykus dalam perbincangan dengan redaksi Minggu pagi (1/8).
Kritik soal pilihan membeli vaksin Sinovac juga dilontarkan Komite Eksekutif Koalisi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Gde Siriana Yusuf. Bahkan Gde mendorong ada badan audit khusus anggaran vaksinasi sebanyak Rp 10 triliun yang dicairkan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati (SMI).
Kekhawatiran Gde Siriana terhadap penggunaan anggaran Rp 10 triliun untuk membeli 53,9 juta dosis vaksin karena melihat nillai yang dikeluarkan tidak sedikit.
Hitung-hitungan Gde Siriana, harga vaksin AstraZeneca jauh lebih murah dari Sinovac, yakni sebesar 3-4 dolar Amerika Serikat atau setara Rp 43.222 hingga Rp 57.620 saja per dosisnya (kurs Rp 14.479 per dolar Amerika Serikat).
Dijelaskan Gde Siriana, ada anggaran sejumlah Rp 633,8 miliar untuk tiga juta dosis vaksin Sinovac yang tiba pada akhir 2020 lalu. Dari situ, ia mengkalkulasi harga per satu dosis vaksin Sinovac adalah Rp 211.267.(RMOL)