Adapun alasan diterbitkan PP ini adalah dalam rangka untuk mengurangi angka korupsi yang selama ini diproduksi oleh parpol. Dan kenaikan subsidi parpol dapat digunakan untuk melakukan pendidikan politik bagi anggota partai dan masyarakat dan untuk biaya operasional sekretariatan parpol.
Namun ujar Gigih, prakteknya jauh api dari panggang ketika akar persoalan pada system politik liberal dengan biaya politik tinggi masih berlangsung ( Pemilu Langsung dan Pilkada Langsung). Bukankah dalam politik liberal tidak ada yang gratis, dan bukan rahasia umum lagi untuk menjadi anggota DPR dan ataupun kepala daerah bisa menghabiskan dana puluhan milyar.
Tidak heran jika perilaku kader-kader Parpol akan cenderung korup. Dalam catatan kami bahwa sepanjang 2017 sudah ada 7 kepala daerah lebih dan puluhan anggota Dewan (DPR/DPRD) yang terciduk KPK karena terlibat korupsi. Inilah titik nadir praktek korupsi yang terus diproduksi lembaga politik DPR dan Parpol. Tidak heran jika DPR dan Partai politik menjadi pilar praktek korupsi.
“Jika tak ada penataan ulang sistem politik yang sangat liberal, sarat korupsi, maka subsidi untuk Parpol tersebut tidak lebih dari legalisasi perampokan terhadap anggaran negara, tak lebih dari upaya para politisi perampok menggunakan uang negara untuk meraih jabatan politik, lalu dengan jabatan tersebut mereka kembali merampok,” pungkas dia.(kl/akt)