Eramuslim.com – Suara di Situng KPU atau suara yang direkapitulasi dan ditetapkan KPU
melalui rapat pleno rekapitulasi dan rapat pleno penetapan perolehan suara pasangan capres-cawapres, yang bernilai hukum sah?
Pertanyaan-penyataan ini belakangan muncul berkenaan dengan tampilan Situng KPU yang dari waktu ke waktu mengundang tanya, karena suara materi yang tersaji di dalamnya dinilai oleh berbagai kalangan ahli IT, terutama ahli IT dari BPN tidak cukup kredibel, karena satu sebab; terjadi salah input.
Menariknya sejumlah orang yang teridentifikasi berafiliasi dengan pasangan Prabowo-Sandi membawa, menyengketakan peristiwa ini ke Bawaslu, satu-satunya organ pemilu yang memegang kewenangan mengoreksi tindak-tanduk berkategori administratif KPU. Tepatkah soal ini disengketakan di Bawaslu? Faktanya beberapa laporan telah diperiksa oleh Bawaslu.
Suara Sah Secara Hukum
Pemilu dalam pengertian hukum adalah cara pengisian jabatan presiden-wakil presiden dan jabatan anggota DPR, DPD dan DPRD. Dalam arti hukum jabatan presiden bersifat tunggal, berbeda dengan jabatan anggota DPR, DPD dan DPRD yang semuanya bersifat jamak. Tetepai terlepas dari sifat jabatan-jabatan itu, pemilu dilaksanakan karena eksistensinya diatur dalam UUD dan diperintahkan untuk dilaksanakan sekali dalam lima tahun.
Dilihat dari sudut pandang hukum, masalahnya adalah bagaimana cara
melaksanakan dua pemilu ini, baik bersamaan maupun terpisah? Pelaksanaannya harus didasarkan pada hukum. Hukum yang bagaimana bentuknya? Undang-undangkah atau peraturan dibawahnya, terasuk peraturan KPU, yang sering dikenal dengan sebutan PKPU?
Pasal 6A ayat (5) UUD 1945 selengkapnya berisi ketentuan sebagai berikut “Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam Undang-Undang. Pasal 22E ayat (6) selengkapnya berisi ketentuan sebagai berikut: Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur dengan undang-undang. Jelas.