Status Kiamat Serangga, LIPI: Keselamatan Bumi Terancam

Ia pun mengingatkan sudah saatnya setiap individu berkontribusi untuk menekan laju penurunan serangga yang terjun bebas. “Status kiamat serangga saya setuju dan sangat menghawatirkan,” jelas Djunijanti.

Saat ini LIPI terus berupaya melakukan upaya pendataan serangga. Djunijanti menekankan, penurunan biomassa perlu dicermati secara detail. Artinya, belum terlihat jenis serangga yang terancam sehingga belum dapat melakukan prioritas. Oleh karena itu perlu dilakukan pendataan terlebih dahulu.

Sebagai contoh, kupu-kupu Graphium codrus yang digunakan sebagai foto sampul majalah National Grographic Indonesia pada Mei 2020 bukanlah kupu-kupu endemik Indonesia, tidak langka, dan tidak terancam punah.

“Namun dengan status bukan endemik, bukan langka, dan tidak terancam punah ini pun ternyata jumlah spesimen Graphium codrus di Museum Zoologicum Bogoriense hanya ada 21 spesimen dari empat sub-spesies,” terang Djunijanti.

Bukan itu saja. Ia mengungkapkan masih ada empat subs-pesies di pulau-pulau kecil yang belum ada spesimennya di Museum Zoologicum Bogoriense. Kondisi ini menunjukkan bahwa menemukan kupu-kupu tak langka pun sudah cukup sulit.

Apalagi, lanjut Djunijanti, mendata dan memperoleh spesies yang tergolong endemik dan langka seperti Ornithoptera Croesus yang merupakan spesies endemik di Maluku Utara dan baru dimasukkan dalam daftar spesies dilindungi di Indonesia pada 2018.

Untuk kepentingan pendataan dan digitalisasi spesimen kupu-kupu, Djunijanti mengatakan bahwa LIPI telah mendapatkan dana dari Global Biodiversity Information Facility untuk penelitian itu.

LIPI juga membuka kesempatan kepada publik untuk mengkontribusikan spesies yang telah ditemukan.

“Masyarakat dapat mengirimkan koleksi dalam bentuk foto spesies dengan melengkapi data tempat dan waktu ditemukan. Koleksi tersebut dapat menjadi data observasi, salah satunya dalam InaBIF,” ujarnya.

Kepala Bidang Zoologi Pusat Penelitian Biologi LIPI, Cahyo Rahmadi, menambahkan pendataan serangga akan menjadi salah satu dasar untuk menyatakan status kepunahan.

Menurutnya, negara maju sudah memiliki perbandingan data serangga dari tahun ke tahun, sedangkan di Indonesia baru sebatas memiliki koleksi spesimen.

“Inilah yang dianggap sebagai kondisi kritis eksistensi serangga,” terang Cahyo.

Ia menyebutkan status hewan yang tidak langka dan belum masuk daftar merah belum tentu aman, karena masih sedikit orang yang memperhatikan serangga.

Diperlukan perubahan perilaku masyarakat untuk menghargai keberadaan makhluk kecil tersebut,” tegasnya. (Rmol)