SP3 Kasus BLBI Diduga Kuat Sudah Direncanakan

Pasal 40 Undang-Undang KPK yang baru atau Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 itu problematik. Pasalnya, SP3 itu bisa dikeluarkan KPK dalam hal penyidikan dan penuntutannya itu jika tidak selesai dalam waktu dua tahun.

“Aturan ini berniat untuk mengkerdilkan KPK, karena di dalam KUHAP sendiri tidak ada jangka waktu apalagi hanya 2 tahun seperti ini. Jangka waktu dua tahun itu sangat mustahil untuk kasus-kasus yang sulit dan besar,” akunya.

Pembentukan UU KPK ditujukan untuk memberikan SP3 dengan alasan demi kepastian hukum. Namun, itu mencampakkan asas yang lebih fundamental, yakni keadilan masyarakat sebagai korban kolektif dampak perampokan uang negara.

“Tapi, masih ada upaya atas penerbitan SP3 KPK tersebut. Yakni dengan melakukan prapadilan untuk membatalkan SP3 tersebut,” ungkapnya.

Pakar Pidana Unhas Prof Slamet Sumpurno mengatakan SP3 tidak berarti perkara tersebut dihentikan selamanya. Jika ada bukti tambahan atau baru yang menguatkan penyidik, maka perkara dapat dibuka kembali.

Cara lain yang bisa dilakukan adalah melalui upaya praperadilan. “Gugatan bisa dilakukan oleh pihak yang merasa berkepentingan. Seperti penggiat anti korupsi atau orang merasa ada yang salah,” ucapnya.

Guru besar Fakultas Hukum Unhas ini menambahkan secara teori perkara utama yang dinyatakan bebas, tidak secara langsung menggugur perkara turunannya. Termasuk status DPO kedua tersangka.

Namun, yang setelah ada SP3 dikeluarkan, maka perkara DPO-nya secara otomatis gugur. Hanya, ada yang ganjil. Kedua tersangka melarikan diri dari proses hukum. Artinya, ada pelanggaran lain.

“Ini sih tidak ada kaitannya, tetapi yang membatalkan status DPO tersangka bukan karena perkara utama bebas,” tambahnya. [fajar]