eramuslim.com – Pegiat media sosial Tifauzia Tyassuma, yang lebih dikenal dengan nama Dokter Tifa, turut mengomentari pernyataan Kemendikbudristek tentang Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dinilai mahal.
Dokter Tifa menyoroti pernyataan Kemendikbudristek yang menyebutkan bahwa biaya UKT tinggi karena pendidikan tinggi dianggap sebagai kebutuhan tersier.
Menurut Dokter Tifa, pernyataan tersebut sangat disayangkan mengingat rendahnya jumlah sarjana di Indonesia.
“Jumlah Sarjana Indonesia cuma 4,6 persen dari seluruh penduduk,” ujar Tifa dalam keterangannya di aplikasi X @DokterTifa (17/5/2024).
Ia membandingkan situasi ini dengan negara-negara maju anggota G7, di mana rata-rata 50 persen penduduknya adalah sarjana.
“Jumlah Sarjana di negara-negara maju anggota G7 rata-rata 50 persen,” tukasnya.
Dokter Tifa secara blak-blakan menyebut bahwa jika pejabat Kemendikbudristek menganggap pendidikan tinggi sebagai kebutuhan tersier, itu berarti pemerintah tidak serius mencerdaskan anak bangsa.
“Artinya Pemerintah memang ingin rakyat terus bodoh, negara terus miskin,” tandasnya.
Sebelumnya, Kemendikbudristek memberikan penjelasan terkait ramainya kritikan mahasiswa mengenai Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dinilai mahal.
Menurut Kemendikbudristek, pengaturan biaya di perguruan tinggi tetap diperlukan karena biaya pendidikan tinggi tidak dapat digratiskan.
Hal itu diungkapkan Plt. Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Prof. Tjitjik Sri Tjahjandarie dalam acara Taklimat Media tentang Penetapan Tarif UKT di Lingkungan Perguruan Tinggi Negeri yang digelar di kantor Kemendikbudristek, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).
Ia menegaskan, pendanaan pendidikan lebih difokuskan pada program wajib belajar 12 tahun yang mencakup pendidikan SD, SMP, dan SMA.
Tjitjik menjelaskan bahwa pendidikan tersier atau pendidikan tinggi merupakan pendidikan yang ditempuh setelah menyelesaikan pendidikan menengah atas.
Pendidikan tersier ini meliputi institusi seperti politeknik, akademi, universitas, dan institut.
Kemendikbudristek menegaskan bahwa penetapan tarif UKT sudah disesuaikan dengan standar mutu pendidikan dan kebutuhan operasional perguruan tinggi.
Meski demikian, berbagai skema bantuan dan beasiswa tetap disediakan bagi mahasiswa yang membutuhkan untuk memastikan akses pendidikan tinggi yang lebih luas dan merata.
(Sumber: Fajar)