Artinya, menurut Kaka, seorang anggota Polri seharusnya mengundurkan diri terlebih dahulu saat hendak terjun ke proses politik menuju pencalonan kepala daerah. Selain itu, ia tidak dapat kembali lagi ke institusinya jika gagal dalam proses pilkada.
“Ya makanya kita harus saling mengingatkanlah bahwa memang ini tidak sesuai dengan aturan. Apalagi ini yang ngomong seorang penegak hukum, bukan masyarakat biasa. Setiap kebijakan dan pernyataannya harus mencerminkan kepastian hukum. Jangan separuh-separuh,” ujar Kaka.
“Tapi kalau memang benar begitu, ini perlu dikaji bersama-sama. Ini mengundang diskusi banyak pihak, apakah ini memang secara normatif bisa dilakukan atau tidak,” kata dia.
Jenderal Tito sebelumnya mengatakan, perwira Polri yang gagal pada saat penetapan sebagai calon pada Pilkada Serentak 2018 bisa kembali ke institusinya.
Diketahui, KPU akan menetapkan pasangan bakal calon yang memenuhi syarat untuk menjadi calon pada 12 Februari 2018.
“Kalau penetapan dia gagal dan mereka ingin terus mengabdikan diri di Polri, tidak ada larangan menerima mereka,” kata Tito di kantor Kementerian Dalam Negeri, Jakarta, Senin.
“Kalau seandainya mereka ingin tetap keluar dari Polri, kami juga akan fasilitasi. Enggak ada larangan,” ucap mantan Kapolda Metro Jaya tersebut.
Berdasarkan data Badan Pengawas Pemilu, dari 569 calon kepala daerah yang mendaftar untuk pilkada di 171 daerah, sembilan calon berasal dari TNI dan delapan calon dari Polri. Saat ini status mereka ada yang sudah purnawirawan, tetapi ada juga yang masih aktif. (Gr/Ram)