Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan mengirimkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait program penggunaan kondom Kementerian Kesehatan.
“Kalau ini kebijakan pemerintah tentu saja kita protes untuk kepentingan umat. Indonesia ini kan bukan negara sekuler,” ujar Ketua MUI Amidhan kepada VIVAnews, Rabu 20 Juni 2012.
Namun sebelum MUI menyampaikan surat ke presiden, pihaknya terlebih dulu melihat perkembangan ke depan, apakah sikap Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi akan berubah untuk tidak mengkampanyekan penggunaan kondom.
“Kalau itu sudah kebijakan pemerintah, kita akan sampaikan surat kepada presiden selaku pimpinan pemerintahan. Ini negara beragama, negara ber-Tuhan sesuai Pancasila. Sehingga semua kebijakannya itu harus mengacu ke sana,” tuturnya.
Dia mengkritik Nafsiah Mboi sebagai Menteri Kesehatan yang baru saja dilantik. “Seyogyanya sebagai menteri yang baru, seharusnya membuat satu gelar pembangunan dibidang kesehatan yang merupakan terobosan, bukan yang menentang agama lah,” kata Amidhan.
“Ya itu mungkin persepsi Menkes baru. Mungkin itu pencegahan yang dimaksud. Tapi dia tidak melihat akar masalahnya. Intinya bagaimana berhubungan dengan yang tidak seharusnya, itu yang harus ditanamkan,” tuturnya.
Bagi MUI kondom hanya boleh digunakan pasangan suami istri sebagai alat kontrasepsi atau pencegah kehamilan, karena memang sudah menjadi program pemerintah melalui Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional.
“Tapi kalau sosialisasi penggunaan kondom untuk umum, pendapat majelis ulama masih seperti beberapa tahun lalu, kita tidak setuju,” ujar Ketua MUI Amidhan.
Kata Amidhan, ulama melihat sosialisasi kondom ini lebih banyak sisi buruknya. Alasannya, jika penggunaan kondom diberlakukan untuk umum, bisa disalahgunakan oleh mereka yang bukan suami-istri.
“Kondom bisa digunakan untuk berselingkuh, zina. Apalagi kalau bagi kalangan remaja. Karena ada kondom, itu bisa mendorong mereka untuk nge-seks. Nah itu yang sangat bahaya,” katanya.
Di sisi lain Menteri Kesehatan Nafsiah Mboi sendiri menegaskan tidak pernah mengatakan mau meningkatkan kampanye kondom di kalangan umum, siswa-siswa dan remaja.
“Tetapi tetap kami kampanyekan kondom ke setiap pelaku hubungan seks berisiko. Karena itu adalah salah satu indikator MDG,” kata dia di kantornya Jalan Rasuna Said Jakarta, Rabu 20 Juni 2012.
Dia menambahkan, seks berisiko di Indonesia terjadi pada semua umur, suami istri atau di luar hubungan pernikahan. “Yang kami maksud dengan seks berisiko adalah seks dengan risiko penularan penyakit atau risiko kehamilan yang tidak direncanakan,” kata Nafsiah.
Hubungan seks berisiko juga terjadi di kalangan remaja. “Mau nggak mau harus kita hadapi itu. Mengutip data BKKBN, tahun 2010, sebanyak 2 juta remaja melakukan aborsi. Berarti anak-anak kita, adik-adik kita melakukan hubungan seks berisiko,” kata dia.(fq/viva)