eramuslim.com – Peneliti ASA Indonesia Institute Reza Indragiri Amriel menyarankan agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ikut turun tangan mengusut transaksi janggal pencucian uang Rp 349 triliun yang diungkap Menko Polhukam.
Menurut Reza, Polri masih perlu terus memperbanyak portofolionya berupa penindakan kasus-kasus rasuah. Setidaknya untuk meyakinkan publik bahwa Polri tidak kalah dengan Kejaksaan Agung.
“Andaikan Kapolri Listyo Sigit tampil ke muka dalam memburu siapa pun yang tersangkut Rp 349 triliun, ini bisa menjadi penawar atas rasa masygul masyarakat akibat sekian kasus dan gejolak yang disebabkan oleh ulah oknum Polri,” kata Reza dalam keterangannya diterima di Jakarta, Sabtu (8/4/2023).
Reza menyoroti berita tentang aksi “walk out” anggota Polri yang bertugas di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat Brigjen Endar Priantoro bertemu Firli Bahuri.
Ia mengatakan aksi tersebut laksana “Cicak vs Buaya” jilid kesekian. Tetapi pokok dari pertentangan antara Polri dan KPK (dalam kasus Endar Priantoro) ini perlu dicermati secara seksama.
“Idealnya, harapan saya, walk out-nya anggota Polri itu merupakan wujud keteguhan sikap dalam pemberantasan korupsi, bukan sebatas menyalanya jiwa korsa akibat adanya personel Polri yang diusik oleh pihak non-Polri,” ujarnya.
Reza menyatakan bila aksi tersebut karena wujud keteguhan dalam pemberantasan korupsi, Polri layak didukung. Karena, gesekan antar dua lembaga hingga beberapa segi bisa berdampak terhadap kekompakan dalam kerja-kerja penegakan
hukum.
Namun, kalau walk out itu lebih dilatari oleh solidaritas sesama baju cokelat (seragam Polri), maka itu peristiwa yang tidak tergolong luar biasa.
“Jiwa korsa memang lazim terpantik manakala ada pihak luar organisasi yang dinilai coba-coba mengganggu sesama anggota organisasi,” ujarnya.
Reza memberi dukungan kepada Polri dalam hal pemberantasan korupsi, karena banyak kalangan menilai KPK kehilangan independensi, profesionalitas, dan integritas nya.
Penilaian sedemikian rupa seyogianya menjadi pengingat bagi Polri untuk memperkuat kesanggupannya sebagai lembaga penegakan hukum yang bersifat permanen yang semestinya bisa diandalkan untuk memberantas korupsi.
Lebih lanjut ia mengatakan, kasus aliran dana pencucian uang Rp 349 triliun itu dapat menambah portofolionya Polri dalam penindakan kasus-kasus rasuah.
“Bayangkan, misalnya, jika Polri proaktif menyambut bola yang dilempar Menko Polhukam terkait transaksi janggal pencucian uang Rp 349 triliun. Ini jauh lebih dahsyat ketimbang memanggil para penyelenggara negara yang hobi ber-flexing-ria,” ujarnya.
Ia mengatakan lebih satu pekan sejak kegemparan di ruang rapat Komisi III DPR RI saat rapat dengan Menko Polhukam dan PPATK terkait Rp 349 triliun, belum ada tanda-tanda tindak lanjut bertempo tinggi atas pernyataan Menko Mahfud itu.
“Ingat, sekarang Kapolri sudah berada di tahap ketiga sekaligus tahap terakhir untuk merealisasikan 16 Program Prioritas Kapolri. Program Prioritas Kapolri memang tidak spesifik dan eksplisit menyinggung ihwal pemberantasan korupsi dan sejenisnya,” tutur Reza.
(Sumber: Antara)