Soal Gedung Baru DPR, SBY ‘Hajar’ Demokrat

‘Like Son, Like Father’, yang arti bebasnya, kelakuan seorang anak, tak jauh beda dari yang diperlihatkan ayahnya. Dan tak seorang pun yang menyangkal kalau Partai Demokrat anak kandung Presiden SBY. Tapi kenapa soal gedung baru DPR, SBY justru seperti ‘menghajar’ Demokrat.

Siang tadi, Presiden SBY begitu jelas menyatakan agar pembangunan gedung baru DPR ditunda. Di antara alasannya, soal kepatutan biaya. “Standar bangunan gedung dan perkantoran agar tepat tidak melebihi kepatutannya sesuai biaya yang disediakan oleh negara," bunyi pidato SBY di Istana Negara, siang tadi.

SBY bahkan menginstruksikan, pembangunan gedung yang tidak sesuai atau melebihi standar nasional ditunda terlebih dulu dan dilakukan revisi anggaran, walaupun anggarannya sudah masuk dalam APBN 2011.

"Saya menginstruksikan rencana pembangunan gedung dan bangunan yang tidak memenuhi standar kepatutan agar ditunda dulu untuk dilakukan revisi, penyesuaian bahkan barang kali bisa ditunda dan dibatalkan,” jelas pembina Partai Demokrat ini.

Sontak saja, pimpinan DPR langsung bikin rapat konsultasi dengan pimpinan fraksi bahas rencana gedung baru ini. Hampir semua fraksi sepakat menolak, termasuk Demokrat.

Yang jadi soal, kenapa selama ini justru Demokratlah yang paling ngotot dan solid mau bangun gedung baru DPR. Kasus Roy Suryo yang menggalang suara beda di DPR, bahkan nyaris diberi sanksi oleh partainya sendiri. Lalu, apa mungkin Demokrat bisa ngotot tanpa restu ‘ayah’nya.

Inilah yang menarik. Dan ini pula yang kerap jadi bahan perdebatan di kalangan anggota partai koalisi: seperti apa sih sebenarnya ‘sinyal’ yang dikeluarkan SBY. Jadi, wajar saja ‘anak’ orang lain salah tangkap ‘sinyal’, anak kandungnya saja bisa bertolak belakang.

Hingar bingar soal gedung baru DPR sudah sekitar sebulan bergulir. Pro kontra begitu sengit saling ‘memukul’. Dan baru kemarin, semua pimpinan DPR hampir sepakat, tak ada yang bisa membatalkan pembangunan gedung baru DPR.

Publik lagi-lagi dibuat bingung, siapa yang sebenarnya selama ini ‘durhaka’: anak yang berarti Demokrat, atau bapak yang tak lain SBY karena gagal mengarahkan anaknya. Atau boleh jadi, begitulah cara SBY memainkan politik pencitraan. hb