Ia mengaku tidak mengerti apa yang akan dikerjakan TKA China itu dalam proyek strategis nasional.
Sebab, Azyumardi menilai para pekerja TKA China yang masuk di Indonesia rata-rata pekerja kasar.
“Saya nggak ngerti proyek strategis nasional apa, paling kerjanya itu cuma menggali-gali tanah atau mengelas-ngelas atau memasang mesin yang saya tahu, mereka itu umumnya adalah blue collar, jadi pekerja-pekerja kasar yang kerah bajunya itu biru, bukan expert atau white collar bukan kerah putih yang memang spesialis,” katanya.
“Saya menemukan WNA China yang bekerja di Morowali di berbagai tempat itu menggali lubang, menggali saluran seperti yang ada di Halim untuk proyek kereta api cepat. Jadi itu yang misalnya yang antara lain misalnya yang mencerminkan tidak adanya etika di antara pejabat itu dengan enak mengatakan mereka datang karena menyelenggarakan proyek strategis nasional. Strategis nasional apa,” ungkap Azyumardi.
Selain itu, Azyumardi membandingkan ketika pejabat tinggi di beberapa negara lainnya mengundurkan diri dan meminta maaf karena merasa gagal menangani pandemi COVID-19, tetapi berbeda dengan pejabat di Indonesia, menurutnya, pejabat di Indonesia tidak ada yang meminta maaf dan mengundurkan diri.
“Kemarin itu ada beredar misalnya di beberapa negara ada pejabat-pejabat tinggi yang merasa gagal menangani pandemi mundur diri, minta maaf dan mengundurkan diri. Terus ada kritik pejabat-pejabat kita ini tidak ada etika sama sekali. Jangan kan mundur, minta maaf aja tidak ada. Tidak berhasil mengendalikan pandemi, meminta maaf saja tidak ada merasa tidak bersalah apa-apa, gitu kan,” kata Azyumardi.
“Jadi tidak ada, lemah sekali etikanya, melakukan pelanggaran, menimbulkan kesengsaraan ke Indonesia, tidak ada merasa tidak bersalah,” ungkapnya. (detik)