Angggota Komisi VIII DH. Alyusni mengusulkan, sisa dana haji dikembalikan kepada kas negara untuk mensubsidi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tahun berikutnya. "Sehingga biaya haji tiap tahun tidak naik, " ujar Alyusni, yang juga anggota FPKS.
Langkah ini penting dan perlu ditempuh agar tiap tahun antara pemerintah dan DPR tidak berdebat soal besaran BPIH. Dengan begitu, Depag, sebagai operator penyelenggaraan haji, selanjutnya mengatasi masalah-masalah lain dalam penyelenggaraan haji. Demikian pula soal madrasah, zakat dan lainnya.
Mengenai penggunanaan DAU untuk kegiatan ormas-ormas Islam, ia mengaku keberatan. Pasalnya, penyaluran dan pengelolaan untuk bantuan ormas-ormas Islam maupun madrasah pertanggjawabnnya tidak begitu jelas. "Kalau tidak transparan, mendingan untuk biaya haji tahun berikutnya, "tegasnya.
Sementara Ketua Umum Asosiasi Perbankan Syariah Indonesia (Asbisindo), Wahyu Dwi Agung mengusulkan, agar dana haji diperuntukkan bagi kepentingan umat.
Karena itu, agar dana sebesar ini dapat dinikmati masyarakat, sebaiknya dana haji yang mengendap di bank-bank koresponden Pemerintah dialokasikan untuk memberdayakan ekonomi umat agar kesejahteraan mereka meningkat. "Selama ini tidak ada konsep yang jelas dari pengelolaan dana haji oleh Departemen Agama (Depag), " Wahyu Dwi Agung.
Ketidakjelasan konsep itu, katanya, terutama mengenai pengelolaan setoran Ongkos Naik Haji (ONH) yang sempat mengendap di bank-bank koresponden serta sisa keuntungan penyelenggaraan haji. Menurutnya, jika dana haji tersebut dikelola dengan konsep yang jelas untuk memberdayakan ekonomi umat maka bisa memberikan manfaat nyata.
Wahyu berpendapat, tiga aspek pengelolaan penyelenggaraan ibadah haji yang harus diperhatikan, yaitu tata cara pendaftaran, akomodasi, dan keuangan. Untuk tata cara pendaftaran, Depag masih tetap bertindak sebagai administrator. Untuk akomodasi, sebaiknya dikelolaa pihak swasta melalui tender disertai pengawasan. "Khusus untuk keuangan, lebih efektif dan efisien bila dikelola bank syariah." (dina)