Sindir Pemerintah, Mantan Menkeu; Jangan Sok Pintar, Kami Ekonom Juga Tahu Soal Utang

Pemerintah tidak membandingkan tax ratio Jepang yang 31% PDB sementara tax ratio Indonesia kurang dari 11% atau praktis yang terendah di Dunia.

Pemerintah juga tidak membandingkan dengan ratio APBN terhadap PDB di Indonesia yang amat rendah dibandingkan dengan ratio yang sama dari negara- negara lain yang sering dijadikan pembanding. Begitu pula dengan debt service ratio di Indonesia yang 40% atau tertinggi di Asia Tenggara, sementara batas yang dianggap aman maksimal 25%.

Sementara itu sekitar 41% utang negara dalam valuta asing. Dengan average time to maturity 9 (Sembilan) tahun dan yang bertenor (jatuh tempo) 5 (lima) tahun sebesar 40% nya, akan menjadi beban berat APBN dalam 5 (lima) tahun kedepan.

Kekhawatiran lain adalah membengkaknya utang pemerintah karena kurs rupiah yang cenderung melemah sehingga diperlukan uang dari pendapatan pajak yang lebih banyak lagi untuk pembayaran utang dalam valas. Kekhawatiran lebih lanjut adalah keterbatasan valas untuk membayar utang dalam mata uang asing mengingat 5 (lima) hal, yakni;

  1. Neraca perdagangan yang cenderung defisit dalam 3 (tiga) bulan terakhir ini yaitu dari Desember 2017 sampai dengan Februari 2018 mengalami defisit total USD1,1Miliar atau rata-rata defisit perbulan USD364juta.
  2. Kenaikan Cadangan devisa yang bersumber dari utang luar negeri dan hot money yang sewaktu-waktu mudah ditarik keluar negeri.
  3. Tax ratio yang rendah tetapi cenderung menurun yang mengindikasikan kedepan kemampuan pemerintah akan menurun dalam memenuhi kewajiban pembayaran utangnya.
  4. Sektor industri yang merupakan penyumbang pajak (tax revenue) sebesar 31% cenderung menciut karena terjadinya de-industrialisasi yaitu dari 28% (1997) menjadi 20% PDB (2017).