Beberapa aktivis ‘98 pun berpendapat bahwa ada ‘pembonceng’ saat reformasi. Reformasi ‘98 tidak sekedar penggulingkan Pak Harto, tetapi juga reformasi politik dan ekonomi Indonesia. “Pembubaran BP7 dan merubah UUD 1945, hakikatnya penghancuran azimat pemersatu bangsa Indonesia,” ungkap Prijanto menganalisa.
Tanpa bermaksud menggurui, dia menambahkan, dirinya mengharapkan agar TNI tidak ragu-ragu berbicara tentang konstitusi sesuai prosedur, mekanisme dan wewenang serta tugas pokok yang diamanatkan Undang-undang.
“Untuk menguatkan tekad dan jiwanya, disarankan para Prajurit TNI untuk mengingat kembali pesan-pesan Panglima Besar Jenderal Sudirman. Banyak pesan-pesan Jenderal Sudirman yang bisa diterapkan pada situasi Negara seperti saat ini,” pesan Prijanto.
Tanpa disengaja, penulis ketemu Pamen aktif yang tidak bersedia disebut namanya. Dia baru meraih gelar doktor dengan desertasi bidang ilmu politik, lulus dengan predikat sangat memuaskan. Dia Perwira cerdas. Banyak harapannya kepada TNI.
“TNI harus cerdas menangkap aspirasi yang berkembang di masyarakat dan perkembangan lingkungan strategis global, regional dan nasional. Kalau tidak, maka TNI tidak akan exist” kata doktor muda ini.
Seperti kita ketahui, mantan Kasad Jenderal Agustadi pada Harkitnas yang lalu mengingatkan bangsa Indonesia agar tidak lelap tidur dan abai terhadap situasi NKRI yang sedang terserang proxy war. Ada kekuatan negara adi daya berusaha merebut Indonesia.
Agustadi mengajak semua pihak untuk bangkit agar tidak punah, melalui gerakan kebangkitan bangsa, baik masalah konstitusi maupun penyelengaraan Negara.
“Kami purnawirawan TNI/Polri bersama komponen masyarakat militan masih ada. Kami masih eksis dan mampu merombak bangsa ini menjadi ‘Tuan rumah di negeri sendiri’” demikian statemen di akhir sambutan Agustadi di Harkitnas, Kalibata, Pancoran, Jakarta, Minggu (20/5/18).
Sedangkan mantan Kasal Laksamana Tedjo Edhy, menyoroti perlunya kepekaan terhadap geopolitik dan geostrategi yang mengancam Indonesia, masalah bebas visa, tenaga kerja asing, SDA dan penanganan terorisme.
Untuk menghadapi segala permasalahan Negara tersebut, diperlukan pemimpin yang kuat, yang mampu memimpin Negara dan bangsa.
Kaitan amandemen UUD 45, ditengarai Tedjo telah menimbulkan kegaduhan pada sistem kenegaraan. Karena itulah Laksamana Tedjo Edhi mengajak kembali ke UUD 1945.
Tidak beda dengan mantan Kasad dan Kasal, mantan Kasau Marsekal Imam Sufaat pun menyoroti hasil amandemen UUD 1945. Bahwa, proses amandemen sampai 4 kali, dilakukan dalam eufhoria reformasi, krisis multi demensi, kental kepentingan asing, dan jauh berbeda dengan suasana kebatinan dan cita-cita founding fathers.
Imam Sufaat juga menekanan perlunya kaji ulang hasil amandemen UUD 1945. Jika ternyata pasal-pasalnya telah bergeser dari nilai-nilai pembukaan, dan Pancasila maka diperlukan tekad untuk kembali ke UUD 1945 asli, untuk selanjutnya disempurnakan.
Irjen Pol Taufiequrachman Ruky mantan Ketua KPK, menyoroti kaitan demokrasi dengan korupsi. Penyebab korupsi bisa manusia atau sistem yang buruk. Ongkos politik, biang kerok terjadinya korupsi.
Secara runtut Taufieq menjelaskan korelasi sistem Parpol, Pilleg, Pilpres dan Pilkada langsung yang berujung korupsi. Tanpa memperbaiki sistem, Taufieq pesimis korupsi bisa diberantas.
Kembali ke UUD 1945 asli, untuk selanjutnya menata sistem politik, sistem Parpol, sistem ekonomi, merupakan keyakinan Taufieq untuk memperbaiki Indonesia.
Ketika ditanyakan kepada beberapa aktivis sipil, bagaimana harapannya kepada TNI, umumnya mereka juga memiliki harapan sama. Edwin H. Soekowati, dr. Zulkifli S. Ekomei, Bakri Abdullah dan Wawat Kurniawan, sangat menaruh harapan besar agar TNI juga ikut bangkit, bergerak, untuk membuat perubahan sesuai dengan tujuan Pembukaan UUD 1945, agar Negara dan bangsa tidak punah.
Kalau mau ada perubahan, TNI/Polri harus berani tegas menyatakan konstitusi Negara harus sesuai dengan cita-cita Negara saat dimerdekakan atau didirikan, kata Edwin Soekowati. Kita tunggu sikap TNI, semoga. (kl/teropongsenayan)