Sidang Etik Jauh Dari Rasa Keadilan, Kontras Minta Oknum Densus 88 Yang Bunuh Siyono DIpidana

kontras densusEramulsim.com – Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Kepolisian Republik Indonesia melakukan proses penyidikan pidana kepada dua anggota Densus 88, yang terbukti menghilangkan nyawa terduga teroris, Siyono.

Alasannya, KontraS melihat bahwa sidang etik untuk anggota Densus 88. yang sudah digelar, hasilnya tidak memuaskan, bahkan jauh dari rasa keadilan bagi keluarga terduga teroris asal Klaten Jawa Tengah tersebut.

“Kami mendesak Kapolri, segera memerintahkan anak buahnya memproses anggota Densus 88 yang terlibat penganiayaan Siyono hingga tewas,” kata Staf Divisi Hak Sipil dan Politik KontraS, Satrio Wirataru, Senin 16 Mei 2016.

Mekanisme etik di institusi Polri, kata Wira, dinilai tidak mampu menyelesaikan dugaan kasus penyiksaan dan menuntut pertanggungjawaban anggota Densus 88 Polri yang terlibat.

Siyono-closeup“Proses pidana harus tetap ditempuh untuk menjamin rasa keadilan dalam pemberian sanksi dan pemenuhan hak-hak bagi korban maupun keluarga korban dalam proses hukum,” ujarnya.

Tak hanya itu, KontraS juga meminta Kapolri untuk menjamin bahwa seluruh proses persidangan pidana dilakukan dengan terbuka dapat diakses oleh publik. Termasuk iktikad Polri  untuk meminta maaf kepada keluarga korban atas tindakan anggotanya yang sewenang-wenang bertindak, sampai menghilangkan nyawa seseorang.

“Kapolri harus mendesak Ketua Densus 88 untuk bertanggung jawab atas kelalaian anggotanya dengan memberikan rehabilitasi dan restitusi secara resmi kepada keluarga korban,” kata Satrio.

Untuk diketahui, Majelis etik Mabes Polri telah menggelar sidang etik terhadap dua anggota Densus 88 yaitu AKBP T dan Ipda H.

Hasilnya diputuskan Selasa 10 Mei 2016, dua anggota Densus tersebut dituntut wajib untuk meminta maaf kepada atasannya maupun institusi Polri serta mendapat sanksi demosi, yakni tidak direkomendasikan untuk melanjutkan tugas di Densus 88 dan akan dipindahkan ke satuan kerja lain dalam waktu minimal 4 tahun.

Majelis Etik menganggap keduanya hanya melakukan pelanggaran prosedur pengawalan saat menangkap Siyono.(ts/viva)