Eramuslim – Belum reda kontroversi aturan larangan cadar di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, larangan serupa juga didapati di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sjech M. Djamil Djambek atau yang dikenal IAIN Bukittinggi,
Pihak IAIN Bukittinggi bahkan mengkatagorikan cadar sebagai salah-satu pelanggaran kode etik berpakaian.
Dalam surat edaran tertanggal 20 Februari 2018, Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Dr. Nunu Burhanuddin menyatakan bahwa bagi mahasiswi dilarang untuk mengenakan cadar, masker dan penutup wajah.
“Bagi yang tidak mematuhi tidak diberikan pelayanan akademik,” ungkapnya.
Seorang mahasiswi IAIN Bukittinggi yang enggan disebut namanya membenarkan surat tersebut. Ia mengaku sering mendapatkan tekanan dari pihak kampus lantaran menggunakan cadar.
“Kami dipanggil sama bapak Dekan karena memakai cadar. Setelah berbincang, akhirnya ada kesepakatan memakai masker saja. Tapi setelah itu, malah dapat kabar kalau ada dosen yang memakai cadar juga dikasih surat teguran dan disidang. Sekarang beliau dinonaktifkan,” ujar mahasiswi kepada Kiblat.net pada Selasa (13/03)
Kebijakan itu tak hanya berimbas ke mahasiswi saja. Salah seorang tenaga pengajar atau dosen di perguruan tinggi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi bernama Nur Hayati Syafitri turut dinonaktifkan pihak kampus karena bercadar.
“Kampus menonaktifkan dosen tanpa surat resmi. Ia tidak boleh mengajar dan tidak boleh melakukan kegiatan akademik,” tandasnya.
Berdasarkan keterangannya, di IAIN Bukittinggi setidaknya terdapat 12 mahasiswi bercadar. Dua mahasiswi semester enam, dua lagi semester dua dan selebihnya menginjak semester empat. (ki/ram)