“Peraturan BPJS Kesehatan Nomor 1 Tahun 2018, Tentang Kegawatdaruratan mengakibatkan pasien gawat darurat tidak lagi mendapatkan pelayanan di UGD rumah-rumah sakit, karena tidak memiliki uang untuk membayar pelayanan UGD. Padahal pasien UGD adalah pasien yang urusannya hidup atau mati,” bebernya.
“Tapi karena BPJS Kesehatan sudah tidak menanggung biaya pelayanan UGD. Maka pasien miskin walau punya kartu BPJS, tidak bisa lagi menggunakan UGD. Korban kematian karena kegawat daruratan terbukti meningkat setelah peraturan itu diberlakukan,” katanya.
Padahal menurutnya sebelum ada Peraturan BPJS Kesehatan tersebut, semua rumah sakit punya kewajiban untuk segera menolong pasien gawat darurat, karena nantinya akan ditagihkan ke BPJS Kesehatan.
“Namun dengan peraturan itu, maka dokter dan petugas rumah sakit tidak berani menolong, karena tidak ada yang membayar biaya pelayanan pasien miskin,” ujarnya.
Ia melanjutkan selain itu, Peraturan Direktur BPJS Kesehatan No 2, 3 dan 5 tahun 2018 juga mencabut kewajiban BPJS untuk menanggung biaya operasi katarak, kelahiran normal di rumah sakit dan rehabilitasi medis.
“Akibatnya semakin banyak pasien miskin penderita katarak walaupun memiliki BPJS akan mengalami kebutaan. Sudah pasti pembatasan katarak, berpotensi makin banyak orang buta akibat peraturan itu,” katanya.
Ia juga menyebutkan peraturan itu membuat BPJS Kesehatan tidak lagi menanggung kelahiran normal di rumah sakit.