Lebih dari 300 kasus kematian pekerja migran Indonesia di luar negeri terjadi sepanjang tahun 2006, penyebabnya karena posisi pekerja Indonesia yang didominasi perempuan berada dalam kondisi 3D yaitu Dirty, Dangeruos dan Difficult.
Hal tersebut diungkapkan oleh Dirjen Multilateral Departemen Luar Negeri Mochamad S. Hidayat dalam Seminar Nasional, di Hotel Sari Pan Pasific, Jakarta, Selasa (11/7). "Karakter 3D, secara luas diakui rentan dengan berbagai pelanggaran HAM yang dapat berujung pada kasus kematian," tandasnya.
Ia menjelaskan, berdasarkan data statistik, 82 persen pekerja migran Indonesia adalah perempuan, yang umumnya berasal dari pedesaan dan kebanyakan dari mereka hanya tamatan sekolah dasar. Selain itu 98 persen dari pekerja migran perempuan tersebut bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Lebih lanjut ia menyatakan, dari kajian organisasi Bank Dunia dan ILO ditemukan adanya keterkaitan erat antara pekerja migran dengan pembangunan perekonomian dinegara asal, itu juga terjadi di Indonesia. Dari kajian itu terungkap bahwa dari 2,7 juta pekerja migran, setiap tahunnya dapat menghasilkan pemasukan bagi negara sebesar 2,9 miliar dollar.
"Fakta ini makin menunjukan betapa pentingnya langkah-langkah untuk melindungi hak asasi pekerja migran perempuan Indonesia, dalam rangka mendukung pembangunan nasional," tegasnya.
Hidayat menganggap perlu adanya suatu kebijakan migran Internasional untuk menjamin perlindungan pekerja Indonesia di luar negeri. Oleh karena itu Departemen Luar Negeri akan terus mendorong diratifikasinya International Convention on the Protection of the Rights of All migrant Workers and Members of Their Families, yang telah ditandatangni oleh Indonesia bulan September 2004 lalu.(novel)