Eramuslim – Meskipun sudah pernah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2016, DPR dan Pemerintah Jokowi kembali memunculkan pasal penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).
Pasal 263 ayat (1) draft RKUHP menyatakan bahwa setiap orang yang di muka umum menghina presiden atau wakil presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun. Berbagai reaksi penolakan pun muncul atas dimasukkannya kembali pasal penghinaan presiden ini, mulai dari dianggap berpotensi mencederai demokrasi, disalahgunakan sebagai alat represif, hingga disebut sebagai era pembungkaman jilid II.
Ketua Komite III DPD RI Fahira Idris meminta Pemerintah dan DPR memikirkan kembali niat ‘menggolkan’ pasal penghinaan terhadap Presiden dalam RKHUP yang rencananya akan disahkan pada Februari 2018 ini.
Menurutnya, sudah menjadi konsekuensi logis seorang Presiden di sebuah negara demokrasi untuk berlapang dada, berbesar hati, dan menebalkan telinganya, mendengar segala macam ekspresi rakyat terhadap kepemimpinannnya.