Seluruh fraksi di DPR menyetujui pengesahan RUU tentang konvensi PBB anti korupsi tahun 2003, dan RUU tentang perjanjian bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana antara RI dan RRC, yang ditetapkan dalam rapat paripurna DPR RI.
Anggota FKB Nursjahbani Katjasungkana menyatakan, konvensi PBB anti korupsi tahun 2003 merupakan instrumen hukum yang sangat penting dan dapat digunakan untuk melacak dan memburu keberadaan koruptor yang melarikan diri keluar negeri.
"Hendaknya, di masa datang Indonesia dapat membangun kerjasama yang lebih efektif dengan negara yang menjadi tujuan tempat pelarian tersangka koruptor. Sehingga, harta yang diinvestasikan di sana bisa dilacak dan dikembalikan, " katanya di sela-sela pandangan umum fraksi dalam rapat paripurna, di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa (21/03).
Senada dengan FKB, anggota FPKS Agus Purnomo menegaskan, pengesahan konvensi PBB anti korupsi dapat meningkatkan citra Indonesia yang terpuruk, karena menjadi negara yang paling terkorup di dunia, serta banyak koruptornya yang melarikan diri ke luar negeri.
Sementara itu, Menteri hukum dan HAM Hamid Awaludin menambahkan, konvensi PBB anti korupsi akan mempermudah kerjasama antara negara dalam memerangi korupsi, karena antara Indonesia dengan negara yang meratifikasi konvensi tersebut, terdapat keterikatan untuk saling memberikan informasi tentang pemantauan pergerakan uang, serta aset-aset milik negara lain yang merupakan hasil korupsi.
"RUU ini adalah terobosan baru. Ini merupakan aturan yang tepat dalam mengatur tindak pidana korupsi, " tegasnya (Novel/Travel)