Eramuslim.com – Untuk memperbaiki kondisi bangsa saat ini, yang disebut semakin liberal dan makin jauh dari UUD 1945, menurut Kwik Kian Gie harus dilakukan perubahan sistem dan pemimpinnya.
Sistem kepemimpinan, kata mantan Menko EKUIN itu, tidak bisa dipilih secara langsung oleh rakyat. Dia beralasan tidak mungkin rakyat yang pendidikannya mayoritas masih rendah diharapkan dapat memilih pemimpin yang berkualitas. Fakta yang terjadi, justru ada jual beli suara dalam pemilihan pemimpin.
“Lalu apa yang harus dilakukan sekarang?. Tadi ada yang menyebut coup (kudeta, red), tapi apa ya tentara mau?”, kata Kwik Kian Gie dalam diskusi seputar arah kebijakan ekonomi yang tidak sesuai dengan UUD 1945 di Kantor MUI Pusat, Selasa sore (17/05/2016).
Termasuk sebagai salah satu cara untuk memperbaiki kondisi bangsa, kata Kwik, harus menggunakan gaya kepemimpinan “diktaktorial.” Sumber ekonomi dan badan usaha harus dikendalikan negara, tidak boleh diserahkan kepada swasta apalagi asing.
“Tidak bisa selain itu. Ini bukan saya yang ngomong, tetapi Joseph Stiglitz, Francis Fukuyama. Baru bisa makmur,” ungkapnya.
Mantan Kepala Bapennas ini memberi contoh Norwegia. Negara itu makmur dengan 70 persen kekuatan ekonomi di tangan pemerintah. Demikian pula dengan Singapura. Negara dengan wilayah yang sangat kecil ini bisa makmur karena pada awalnya dipimpin oleh Lee Kuan Yew dengan cara diktaktor. Pemerintah Singapura, kata Kwik, saat itu membentuk dua buah holding, yaitu Temasek dan GIC (Government of Singapore Investment Corporation).
Saya usulkan, mungkin MUI yang mampu, pilih pemimpin, orang yang sangat dihargai rakyat. Tidak ada jalan lain kecuali jalan ekstrem, kudeta. Ini jalan yang murah,” saran Kwik.
Kwik mengaku prihatin dengan kondisi kepemimpinan sekarang. Dengan sistem pemilihan secara langsung, Presiden, DPR, Gubernur, Bupati dan Wali Kota semua dipilih langsung oleh rakyat. Sehingga, hanya para menteri saja yang dipilih oleh Presiden.
“Akibatnya ada Gubernur, Bupati yang tidak menurut pada presiden. Karena merasa sama-sama dipilih oleh rakyat. Ini anarkhi atau chaos namanya,” kata politisi senior PDI-P ini.
Selain pengambilalihan kepemimpinan, Kwik juga menyarankan untuk kembali ke UUD 1945 yang asli. Dia mengaku sudah membaca sejarah konstitusi Indonesia yang pertama kali dibuat itu.
“Ini yang buat bukan orang sembarangan. Mereka orang-orang terpandai di zamannya. Ini sekarang dilecehkan sampai empat kali diamandemen. Semua harus dikembalikan (ke UUD 1945 asli, red),” tandasnya.
WA Adinda Dewanto Grup Suara Nusantara Bersatu [sumber: repelita]