Sekjen Forum Umat Islam Muhammad Al-Khathath menyatakan, kondisi masyarakat Papua yang sebagian kecilnya masih menggunakan koteka, serta budaya masyarakat Bali, hanya "dipinjam" oleh pihak tertentu yang mempunyai kepentingan politk dan bisnis untuk menolak RUU APP yang sedang digodok di DPR.
"Kasus di Papua dan Bali hanya dipinjam, oleh mereka yang menolak RUU APP, ini ada hubungannya dengan politik dan bisnis," katanya dtemui di sela-sela aksi damai mendukung pengesahan RUU APP, di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, Ahad(26/03/06).
Menurutnya, masalah persaingan politik dalam pelaksanaan Pilkada merupakan salah satu alasan penolakan masyarakat di Bali terhadap RUU APP, padahal secara keseluruhan masyarakat di sana tidak menolak RUU tersebut, seperti halnya yang terjadi di Papua, warga masyarakat bahkan Pemerintah Daerahnya sudah menyatakan mendukung RUU APP.
Lebih lanjut Ia menegaskan, pariwisata dan melestarikan budaya tidak bisa dijadikan alasan untuk menjegal disahkannya RUU APP, sebab pariwisata di Bali, dijual karena keindahan alamnya bukan kemaksiatanya, karena itu ajaran Islam mencoba mengajarkan agar suatu negara bisa menggunakan cara-cara yang lebih sehat untuk menarik wisatawan berkunjung.
"Kalau kita menjual pariwisata dengan kemaksiatan, sama saja dengan membunuh diri sendiri, mestinya kita bisa belajar dengan negara Kuba, orangnya tidak beragama, namum pariwisatanya mengutamakan pelayanan dan pendidikan," tegasnya.
Mengenai permasalahan penggunan koteka di Papua, Ia menambahkan, hal itu sebenarnya tidak perlu dibesar-besarkan, koteka itu merupakan lambang keterbelakangan, sementara itu pihak asing dapat dengan sesukanya mengeksploitasi kekayaan sumber daya alam yang ada di sana, yang semestinya mereka bisa nikmati untuk kesejahteraan rakyat Papua, terutama yang hidup di bawah garis kemiskinan. (novel)